Pages

Jumat, 01 Mei 2015

Pengantar PKN, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik Dan Strategi Nasional

Nama : Gilang Brian Ramadhan
NPM : 34414543
Kelas : 1 ID 07
Tugas : Pengantar PKN, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik Dan Strategi Nasional
Download Link : http://www.4shared.com/office/0qCLUcCyba/Pengantar_PKN_Wawasan_Nusantar.html

BAB I
PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

A. Latar Belakang Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan kewarganegaraan asalnya dari bahasa Latin ”civis” dan dalam bahasa Inggris
”civic” atau ”civics.” Civic = mengenai warga negara atau kewarganegaraan, sedangkan civics =
ilmu kewarganegaraan, dan civic education = pendidikan kewarganegaraan. Untuk selanjutnya
istilah ”civics” saja sudah berarti pendidikan kewarganegaraan.
Untuk lebih jelas mengenai pengertian civics, berikut ini dikemukakan beberapa definisi :

a. The Advanced Leaner’s Dictionary of Current English, 1954 :
Civics : The study of city government and the duties of citizens.
b. Webster’s New Collegiate Dictionary, 1954 :
Civics : The department of political science dealing with right of citizen of duties of citizens.
c. Dictionary of Educations, 1956 :
Civics : The element of political science or that science dealing with right and duties of
citizens.
d. A Dictionary of American, 1956 :
Civics : The science of right and duties of citizenship, esp, as the subject of school course.
e. Creshore Education, VII. 264:1886-1887 :
Civics : The science of citizenship - the relations of man, the individual to man in organized
collections – the individual to the state.
f. Webster’s New Cincise Dictionary :
Civics : Science of government.
g. Edmonson, 1968:3-5 :
Civics : The study of government and citizenship – that is, the duties right and privilege of
citizens.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa civics menyangkut :
a.Warga negara dengan hak dan kewajibannya;
b.Pemerintah;
c.Negara;
d.Merupakan cabang dari ilmu politik.

Menurut Ahmad Sanusi, sejauh civics dapat dipandang sebagai disiplin ilmu politik, maka
fokus studinya mengenai ”kedudukan dan peranan warga Negara dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan.”
Sementara itu menurut Nu’man Soemantri, isi dan manfaat dari civics yang merupakan bagian
dari ilmu politik, diambil demokrasi politiknya, dengan materi :

a. Konteks ide demokrasi : Teori demokrasi politik, teori demokrasi dalam pemerintahan, teori
”mayority rule,” ”minority right,” konsep demokrasi dalam masyarakat, dll.
b. Konstitusi negara : Sejarah legal status, masalah pokok dalam konstitusi, rangkaian krisis
dalam ”nation building,” identitas, integritas, penetrasi, partisipasi, distribusi, dll.
c. Input dari sistem politik : Arti pendapat umum terhadap kehidupan politik, studi tentang
”political behavior” (kebutuhan pokok manusia, tradisi rumah, status sosial, etnic group,
komunikasi, pengaruh rumah, sahabat, teman sepekerjaan, dsb.);
d. Partai politik dan ”pressure group” : Sistem kepartaian, fungsi partai politik (parpol),
peranan kelompok penekan, public relations, dsb.
e. Pemilihan umum : Maksud pemilu dalam distribusi kekuasaan, sistem pemilu, dsb.
f. Lembaga-lembaga pengambil keputusan (decision maker) : Legislator dan kepentingan
masyarakat, bagaimana konstitusi memberi peranan ”policy maker” kepada Presiden,
bagaimana Presiden berperan sebagai legislator, proses kegiatan lembaga legislatif, dsb.
g. Presiden sebagai Kepala Negara : Kedudukan Presiden menurut konstitusi, kontrol lembaga
legislatif terhadap Presiden dan birokrasi, organisasi dan manajemen pemerintahan,
pemerintah daerah, dsb.
h. Lembaga yudikatif : Sistem dan administrasi peradilan, hak dan kedudukan seseorang dalam
pengadilan, proses pengadilan, hubungan lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif,
i. Output dari sistem demokrasi politik : Hak dan kemerdekaan individu dalam konstitusi,
kebebasan berbicara, pers dan massmedia, kebebasan akademis, perlindungan yang sama,
cara penduduk memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan.
j. Kemakmuran umum dan pertahanan negara : Tugas negara dan warga negara dalam
mencapai kemerdekaan umum, hak-hak memiliki barang/ kekayaan, pajak untuk
kepentingan umum, politik luar negeri dan keselamatan nasional, hubungan internasional.
k. Perubahan sosial dan demokrasi politik : Demokrasi politik, pembangunan masa sekarang,
bagaimana mengisi dan mengefektifkan demokrasi politik, tantangan bagi warga negara
dalam menghadapi perkembangan sain dan teknologi, dsb.

Menurut Nu’man Soemantri, obyek studi civics adalah warga negara dalam hubungannya
dengan organisasi kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan negara. Termasuk
dalam obyek ini adalah :

a. Tingkah laku;
b. Tipe pertumbuhan berpikir;
c. Potensi yang ada dalam setiap warga negara;
d. Hak dan kewajiban;
e. Cita-cita dan aspirasi;
f. Kesadaran (patriotisme, nasionalisme, pengertian internasional, moral Pancasila, dsb.);
g. Usaha, kegiatan, partisipasi, tanggung jawab, dsb.

Jadi, civics tidak semata-mata mengajarkan pasal-pasal UUD, UU, PP, Perpres/Keppres, Perda,
dll. tetapi hendaknya mencerminkan juga hubungan tingkah laku warga negara dalam kehidupan
sehari-hari, dengan manusia lain dan alam sekitarnya. Dengan demikian materi civics
memasukkan unsur-unsur :

a. Lingkungan fisik;
b. Sosial, pendidikan, kesehatan;
c. Ekonomi, keuangan;
d. Politik, hukum, pemerintahan;
e. Etika, agama;

B. Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

a. Mulai diperkenalkan di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1790 dengan nama civics, dalam
rangka ”mengamerikakan bangsa Amerika” atau terkenal dengan nama ”theory of
americanization.” Hal ini dianggap penting mengingat bangsa AS berasal dari berbagai
bangsa yang datang di samping bangsa (suku) asli yang ada. Dalam taraf ini materinya
adalah ”government” serta hak dan kewajiban warga negara.

b. Di Indonesia, pelajaran civics telah ada sejak zaman Hindia Belanda dengan nama
“Burgerkunde.” Dua buku penting yang dipakai adalah :
(1) Indische Burgerkunde karangan P. Tromps terbitan J.B. Wolters Maatschappij N.V.
Groningen, Den Haag, Batavia, tahun 1934. Materinya mengenai :
- Masyarakat pribumi, pengaruh Barat, bidang sosial, ekonomi, hukum, ketatanegaraan, dan
kebudayaan;
- Hindia Belanda dan rumah tangga dunia;
- Pertanian, perburuhan, kaum menengah dalam industri dan perdagangan, kewanitaan,
ketatanegaraan Hindia Belanda dengan terbentuknya Dewan Rakyat (Volksraad);
- Hukum dan pelaksanaannya;
- Pendidikan, kesehatan masyarakat, pajak, tentara, dan angkatan laut.
(2) Recht en Plicht (Indische Burgerschapkunde voor Iedereen) karangan J.B. Vortman yang
diberi pengantar oleh B.J.O. Schrieke, Direktur Onderwijs en Eredienst (O&E), terbitan G.C.T.
van Dorp & Co. N.V. (Derde, Herziene en Vermeerderdruk) Semarang-Surabaya-Bandung,
tahun 1940. Materinya mengenai :
- Badan pribadi : Masyarakat di mana kita hidup (dari lahir sampai dewasa), pernikahan dan
keluarga;
- Bezit dari obyek hukum : Eigendom Eropa dan hak-hak atas tanah, hak-hak agraris atas
tanah, kedaulatan raja terhadap kewajibankewajiban warga negara;
- Sejarah pemerintahan Hindia Belanda, perundang-undangan, alat pembayaran, dan
kesejahteraan.
Dari materi ke dua buku di atas, jelas terlihat bahwa pada zaman Hindia Belanda belum terdapat
kesatuan pendapat tentang materi pelajaran civics.

c. Dalam suasana merdeka, tahun 1950 di Indonesia diajarkan civics di sekolah menengah.
Walaupun ke dua buku tersebut di atas pada zaman Hindia Belanda dijadikan pegangan
guru, tetapi ada perubahan kurikulum dengan materi kewarganegaraan di samping tata
negara, yaitu tentang tugas dan kewajiban warga negara terhadap pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan diri sendiri, misalnya :

1) Akhlak, pendidikan, pengajaran, dan ilmu pengetahuan;
2) Kehidupan;
3) Rakyat, kesehatan, imigrasi, perusahaan, perburuhan, agraria, kemakmuran rakyat,
kewanitaan, dsb.
4) Keadaan dalam dan luar negeri, pertahanan rakyat, perwakilan, pemerintahan, dan soalsoal
internasional.

d. Tahun 1955 terbit buku civics karangan J.C.T. Simorangkir, Gusti Mayur, dan
Sumintardjo berjudul ”Inti Pengetahuan Warga Negara” dengan maksud untuk
membangkitkan dan memelihara keinsyafan dan kesadaran bahwa warga negara Indonesia
mempunyai tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, dan negara (good
citizenship). Materinya mengenai :

1) Indonesia tanah airku;
2) Indonesia Raya;
3) Bendera dan Lambang Negara;
4) Warga negara dengan hak dan kewajibannya;
5) Ketatanegaraan;
6) Keuangan negara;
7) Pajak;
8) Perekonomian termasuk koperasi.

e. Pada tahun 1961 istilah kewarganegaraan diganti dengan kewargaan Negara karena
menitikberatkan warga sesuai dengan Pasal 26 Ayat (2) UUD 1945 yang mengandung
pengertian akan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara, yang tentu berbeda
dengan orang asing. Tetapi istilah tersebut baru secara resmi dipakai pada tahun 1967
dengan Instruksi Dirjen Pendidikan Dasar Departemen Pendidikan dan Kebudayaan No. 31
Tahun 1967. Buku pegangan resminya adalah ”Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia”
karang Supardo, dkk. Materinya adalah pidato kenegaraan Presiden Soekarno ditambah
dengan :

1) Pancasila;
2) Sejarah pergerakan;
3) Hak dan kewajiban warga negara;
f. Pada tahun 1966 setelah peristiwa G-30-S/PKI, buku karangan Supardo tersebut di atas
dilarang dipakai. Untuk mengisi kekosongan materi civics, Departemen P&K mengeluarkan
instruksi bahwa materi civics (kewargaan negara) adalah :
1) Pancasila;
2) UUD 1945;
3) Ketetapan-ketetapan MPRS;
4) Perserikatan Bangsa-Bangsa;
5) Orde Baru;
6) Sejarah Indonesia;
7) Ilmu Bumi Indonesia.

Pelajaran civics diberikan di tingkat SD, SLTP, dan SLTA. Di
perguruan tinggi terdapat mata kuliah ”Kewiraan Nasional” yang intinya berisi
pendidikan pendahuluan bela negara. g. Sejak zaman Hindia Belanda sampai dengan RI
tahun 1972, belum ada kejelasan pengertian tentang apakah kewargaan negara atau
pendidikan kewargaan negara. Baru pada tahun 1972 setelah Seminar Nasional
Pengajaran dan Pendidikan Civics (Civic Education) di Tawangmangu Surakarta,
mendapat ketegasan dan memberi batasan bahwa :

1. Civics diganti dengan ”Ilmu Kewargaan Negara,” yaitu suatu disiplin ilmu
dengan obyek studi tentang peranan para warga negara dalam bidang spiritual,
sosial, ekonomi, politik, hukum, dan kebudayaan, sesuai dan sejauh diatur dalam
UUD 1945;

2. Civic education diganti dengan ”Pendidikan Kewargaan Negara,” yaitu suatu
program pendidikan yang tujuan utamanya membina warga negara yang lebih
baik menurut syarat-syarat, kriteria, dan ukuran ketentuan-ketentuan UUD 1945.
Bahannya diambil dari ilmu kewargaan negara termasuk kewiraan nasional,
filsafat Pancasila, mental Pancasila, dan filsafat pendidikan nasional.
g. Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi :
1) Tahun 1970an–1983 terdapat mata kuliah Kewiraan Nasional dengan inti pendidikan
pendahuluan bela negara;
2) Tahun 1983 – 2000 dengan Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdikbud No.
32/DJ/Kep/1983 yang disempurnakan dengan Keputusan Dirjen Dikti No.
25/DIKTI/Kep/1985 dan disempurnakan lagi dengan Keputusan Dirjen Dikti No.
151/DIKTI/Kep/2000 ditetapkan Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
Pendidikan Kewiraan.

3) Berdasarkan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sisdiknas Pasal 39 Ayat (2) yang
menyebutkan isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan wajib memuat
pendidikan Pancasila, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan yang di
dalamnya termasuk pendidikan pendahuluan bela negara yang tercakup dalam MPK,
maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No. 150/DIKTI/Kep/2000 mengharuskan untuk
selalu mengevaluasi kesahihan isi silabus dan GBPP pendidikan kewarganegaraan
beserta proses pembelajarannya. Berdasarkan hasil evaluasi dimaksud, maka dengan
Keputusan Dirjen Dikti No. 267/DIKTI/Kep/ 2000, ditetapkan penyempurnaan
pendidikan kewarganegaraan pada perguruan tinggi di Indonesia yang memuat silabus
dan GBPP-nya.

4) Tahun 2002, berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) No.
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar Mahasiswa, maka dengan Keputusan Dirjen Dikti No.
38/DKITI/Kep/2002 tentang Ramburambu Pelaksanaan Kelompok Matakuliah
Pengembangan Kepribadian (MPK), ditetapkan Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan, merupakan kelompok MPK yang wajib
diberikan dalam kurikulum setiap program studi/ kelompok studi di Perguruan Tinggi.
C. Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
Warga Negara = Warga + Negara
Warga = anggota, peserta;
Negara = organisasi bangsa, atau organisasi kekuasaan suatu bangsa.
Jadi, warga negara = anggota, peserta, atau warga dari suatu organisasi bangsa. Istilah warga
negara dalam bahasa Inggris adalah citizen yang mempunyai arti : 1. Warga negara, 2. Petunjuk
dari sebuah kota, 3. Sesama warga negara, sesame penduduk, orang se-tanah air, 4. Bawahan
atau kawula, 5. Anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu sendiri.

Dengan demikian kewarganegaraan (citizenship), berarti keanggotaan yang menunjukkan
hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara. Adapun istilah kewarganegaraan
dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Kewarganegaraan dalam Arti Yuridis dan Sosiologis :
1) Dalam arti yuridis, ditandai dengan adanya ikatan hukum antara warga negara dengan
negara yang menimbulkan akibat hukum tertentu. Tanda adanya ikatan hukum
dimaksud misalnya ada akte kelahiran, surat pernyataan bukti kewarganegaraa, kartu
keluarga, kartu tanda penduduk, akte perkawinan, dll.
2) Dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosional
(perasaan), ikatan keturunan (darah), ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
Ikatan-ikatan ini lahir dari penghayatan warga negara bersangkutan.

b. Kewarganagaraan dalam Arti Formal dan Material :
1) Dalam arti formal, menunjuk pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistem hukum,
masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik;
2) Dalam arti material, menunjuk pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu
adanya hak dan kewajiban. Dengan memiliki status sebagai warga negara, orang
mempunyai hubungan dengan negara yang tercermin dalam hak dan kewajiban. Pada
zaman penjajahan Belanda dipakai istilah kawula, menunjukkan hubungan warga yang
tidak sederajat dengan negara.
Beda antara istilah rakyat, penduduk, dan warga negara :
a. Rakyat :
Merupakan konsep politis, menunjuk pada orang-orang yang berada di bawah satu pemerintahan,
dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat umumnya dilawankan dengan istilah
penguasa/pemerintah.
b. Penduduk :
Orang-orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah negara. Penduduk di Indonesia terdiri dari
Warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau Warga Negara Asing (WNA). Terdapat
juga yang nonpenduduk, yaitu orang-orang yang tinggal di Indonesia untuk sementara, misalnya
turis asing.
c. Warga Negara :
Penduduk yang secara resmi menjadi anggota/warga suatu negara. Atau warga suatu negara yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku di negara bersangkutan.

D. Penentuan Warga Negara

Setiap negara berdaulat berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam
menentukan kewarganegaraan dikenal dua aspek, yaitu aspek kelahiran dan aspek perkawinan.
a. Aspek Kelahiran :
1) Asas Ius Soli (Law of The Soil) :
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan Negara tempat
kelahiran. Di Indonesia diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (UU 62/1958, dan sekarang UU 12/2006).
2) Asas Ius Sanguinis (Law of The Blood) :
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan darah/ keturunan.
b. Aspek Perkawinan :
1) Asas Persamaan Hukum :
Suami-istri adalah satu ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat. Dengan
demikian status kewarganegaraannya sama.
2) Asas Persamaan Derajat :
Suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status kewarganegaraan suami-istri.
Masing-masing memiliki hak yang sama dalam menentukan kewarganegaraannya. Jadi,
suami-istri bisa berbeda kewarganegeraan seperti sebelum mereka melakukan
perkawinan.
Dalam UU 12/2006 dikenal pula :
1) Asas Kewarganegaraan Tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan
bagi setiap orang;
2) Asas Kewarganegaraan Ganda, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda
bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang (merupakan
suatu pengecualian, karena pada dasarnya tidak boleh ada apatride, bipatride, lebihlebih
multipatride).

Beberapa asas khusus juga menjadi dasar dalam penyusunan undang-undang kewarganageraan di
Indonesia, yaitu :

1) Asas Kepentingan Nasional, adalah asas yang menentukan bahwa peraturan
kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad
mempertahankan kedaulatannya sebagai negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan
tujuan sendiri;
2) Asas Perlindungan Maksimum, adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib
memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga negara Indonesia dalam keadaan
apa pun baik di dalam maupun di luar negeri;
3) Asas Persamaan di Dalam Hukum dan Pemerintahan, adalah asas yang menentukan
bahwa setiap warga negara Indonesia mendapatkan perlakuan yang sama di dalam
hukum dan pemerintahan;
4) Asas Kebenaran Substantif, adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya
bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat permohonan yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya;
5) Asas Nondiskriminatif, adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
ikhwal yang berhubungan dengan warga negara atas dasar suku, ras, agama, golongan,
jenis kelamin, dan gender;
6) Asas Pengakuan dan Penghormatan Terhadap Hak Asasi Manusia, adalah asas yang
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya, dan hak warga negara
pada khususnya;
7) Asas Keterbukaan, adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka;
8) Asas Publisitas, adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau
kehilangan kewargaan RI diumumkan dalam Berita Negara RI agar masyarakat
mengetahuinya.

Pokok materi yang diatur dalam UU 12/2006 meliputi :
1) Siapa yang menjadi WNI;
2) Syarat dan tata cara memperoleh kewarganegaraan RI;
3) Kehilangan kewarganegaraan RI;
4) Syarat dan tata cara memperoleh kembali kewarganegaraan RI;
5) Ketentuan pidana.
Perbedaan penentuan kewarganegaraan oleh setiap negara dapat menyebabkan masalah, yaitu
munculnya :
a. Apatride, yaitu istilah bagi orang-orang yang tidak memiliki kewarganegaraan;
b. Bipatride, yaitu istilah bagi orang-orang yang memiliki dua kewarganegaraan;
c. Multipatride, yaitu istilah bagi orang-orang yang memiliki banyak kewarganegaraan
(lebih dari dua).

E. Warga Negara Indonesia

Ketentuan mengenai kewarganegaraan Indonesia diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD)
1945 BAB X Pasal 26 :
a. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara;
b. Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia. (Perubahan II/2000);
c. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang.
(Perubahan II/2000).
Jadi, yang dapat menjadi warga negara Indonesia adalah :
a. Orang-orang bangsa Indonesia asli;
b. Orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang menjadi warga negara.
Berdasarkan Pasal 26 Ayat (2), penduduk negara Indonesia terdiri dari dua, yaitu Warga
Negara Indonesia (WNI), dan orang asing (WNA). Sebelumnya, berdasarkan Indische
Staatsregeling 1927 Pasal 163, penduduk Indonesia adalah :
a. Golongan Eropa, terdiri dari :
1) Bangsa Belanda;
2) Bukan bangsa Belanda, tetapi dari Eropa;
3) Orang bangsa lain yang hukum keluarganya sama dengan golongan Eropa.
b. Golongan Timur Asing, terdiri dari :
1) Tionghoa (Cina);
2) Timur asing bukan Cina;
c. Golongan Bumiputra, terdiri dari :
1) Orang Indonesia asli dan keturunannya;
2) Orang lain yang menyesuaikan diri dengan orang Indonesia asli. Sementara itu
berdasarkan UU 12/2006 BAB II tentang Warga Negara Indonesia, tercantum dalam :
Pasal 4

Warga Negara Indonesia adalah :
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau berdasarkan
perjanjian pemerintah RI dengan negara lain sebelum UU 12/2006 berlaku, sudah
menjadi WNI;
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu WNI;
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu WNA;
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNA dan ibu WNI;
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI, tetapi ayah Nya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan
kewarganegaraan kepada anak tersebut;
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya WNI;
g. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI;
h. Anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu WNA yang diakui oleh
seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;
i. Anak yang lahir di wilayah negara RI yang pada waktu lahir tidak jelas status
kewarganegaraan ayah dan ibunya;
j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara RI selama ayah dan ibunya
tidak diketahui;
k. Anak yang lahir di wilayah negara RI apabila ayah dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara RI dari seorang ayah dan ibu WNI yang
karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan
kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Pasal 5
1) Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (delapan belas)
tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan
asing, tetap diakui sebagai WNI;
2) Anak WNI yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai anak oleh
WNA berdasarkan penetapan pengadilan, tetap diakui sebagai WNI;
Pasal 6
1) Dalam hal status kewarganegaraan RI terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h, huruf i, dan Pasal 5 berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraanya.
2) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuat secara tertulis dan disampaikan kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen
sebagaimana ditentukan di dalam peraturan perundangundangan.
3) Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin.
Pasal 7
Setiap orang yang bukan WNI diperlakukan sebagai orang asing.

F. Wujud Hubungan Warga Negara Dengan Negara

Wujud hubungan antara warga negara dengan negara adalah berupa peranan (role).
Peranan tidak lain adalah tugas yang dilakukan dalam kedudukan/status sebagai warga negara.
Status dimaksud meliputi status pasif, aktif, negatif, dan positif.
Demikian juga peranan, yaitu :
1) Peranan Pasif, adalah kepatuhan warga negara terhadap peraturan perundangundangan
yang berlaku.
2) Peranan Aktif, adalah aktivitas warga negara untuk terlibat (berpartisipasi) dalam
kehidupan bernegara, antara lain dalam mempengaruhi keputusan publik.
3) Peranan Negatif, adalah aktivitas warga negara untuk menolak campur tangan negara
dalam masalah pribadi.
4) Peranan Positif, adalah aktivitas warga negara untuk meminta pelayanan negara dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup.

G. Hak Dan Kewajiban

Hak dan kewajiban WNI tercantum dalam UUD 1945 Pasal 27 s/d 34.
1. Hak-hak Warga Negara :
a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. {Ps.27 Ayat
(2)};
b. Hak membela negara. {Ps.27 Ayat (3)};
c. Hak berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. (Ps. 28). Lebih lanjut
dijabarkan dalam peraturan perundang-undangan, misalnya UU No. 9/1998 tentang
Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat di Muka Umum, UU No. 40/1999 tentang
Pers, UU No. 22/2007 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum, UU No. 10/2008
tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, UU No. 2/2008 tentang
Parpol, UU No. 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dll.
d. Hak kemerdekaan memeluk agama. {Ps.29 Ayat (1) dan (2)}. Dijabarkan dalam UU
No. 39/1999 tentang Hak Asasi Manusia, dll.
e. Hak dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. {Ps.30 Ayat (1)}. Dijabarkan
antara lain dalam UU No. 2/2002 tentang Kepolisian Negara RI, UU No. 3/2002
tentang Pertahanan Negara, dan UU No. 34/2004 tentang TNI, dll.
f. Hak untuk mendapatkan pengajaran (pendidikan). {Ps.31 Ayat (1) dan (2)}.
Dijabarkan dalam UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas dan UU No. 14/2005 tentang
Guru dan Dosen;
g. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan nasional. {Ps.32 Ayat (1)};
h. Hak ekonomi atau hak untuk mendapatkan kesejahteraan sosial. {Ps.33 Ayat (1), (2),
(3), (4), dan (5)};
i. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial. (Ps.34).
2. Kewajiban Warga Negara :
a. Mentaati hukum dan pemerintahan. {Ps.27 Ayat (1)};
b. Membela negara. {Ps.27 Ayat (3)};
c. Dalam upaya pertahanan negara. {Ps.30 Ayat (1)}.
d. Membayar pajak sebagai kontrak utama antara negara dengan warga negara;
e. Menhormati hak asasi orang lain (Ps. 28);
f. Tunduk pada pembatasan yang ditetapkan UU untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain;
g. Mengikuti pendidikan dasar.
3. Hak Negara terhadap Warga Negara :
a. Hak negara untuk ditaati (hukum dan pemerintahan);
b. Hak negara untuk dibela;
c. Hak negara untuk menguasai bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4. Kewajiban Negara terhadap Warga Negara :
a. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
b. Memajukan kesejahteraan umum;
c. Mencerdaskan kehidupan bangsa;
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial;
e. Menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk memeluk agama dan kepercayaannya,
serta kebebasan beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu;
f. Membiayai pendidikan khususnya pendidikan dasar;
g. Mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional;
h. Memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan
APBD;
i. Menjamin sistem hukum yang adil;
j. Menjamin hak asasi warga negara;
k. Memberi dan mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat serta
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan;
l. Memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia;
m. Memajukan kebudayaan di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya;
n. Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional;
o. Menguasai cabang-cabang produksi terpenting bagi negara dan menguasai hidup
orang banyak;
p. Memelihara fakir miskin dan anak-anak telantar;
q. Bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan palayanan
umum lainnya yang layak.
Yang perlu dibedakan adalah antara hak warga negara dengan hak asasi manusia, yaitu :
1. Hak Warga Negara :
a. Hak yang ditentukan dalam konstitusi suatu negara;
b. Muncul karena ada ketentuan peraturan perundang-undangan dan berlaku bagi
orang yang berstatus sebagai warga negara;
c. Dengan demikian hak warga negara untuk tiap negara akan berbeda.
2. Hak Asasi Manusia :
a. Hak-hak yang sifatnya mendasar yang melekat secara otomatis dengan
keberadaannya sebagai manusia sejak lahir;
b. Tidak diberikan oleh negara, tetapi justru negara harus menjamin keberadaannya;
c. Karenanya berlaku universal di seluruh dunia.
5. Tanggung jawab warga negara
Tanggung jawab warga negara merupakan pelaksanaan hak (right) dan kewajiban (duty)
sebagai warga negara dan bersedia menanggung akibat atas pelaksanaannya tersebut.
Bentuk tanggung jawab warga negara :
- Mewujudkan kepentingan nasional
- Ikut terlibat dalam memecahkan masalah–masalah bangsa
- Mengembangkan kehidupan masyarakat ke depan (lingkungan kelembagaan)
- Memelihara dan memperbaiki demokrasi
6. Peran warga negara
- Ikut berpartisipasi untuk mempengaruhi setiap proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan publik oleh para pejabat atau lembaga–lembaga negara.
- Menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan.
- Berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional.
- Memberikan bantuan sosial, memberikan rehabilitasi sosial, mela- kukan pembinaan
kepada fakir miskin.
- Menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.
- Mengembangkan IPTEK yang dilandasi iman dan takwa.
- Menciptakan kerukunan umat beragama.
- Ikut serta memajukan pendidikan nasional.
- Merubah budaya negatif yang dapat menghambat kemajuan bangsa.
- Memelihara nilai–nilai positif (hidup rukun, gotong royong, dll).
- Mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara.
- Menjaga keselamatan bangsa dari segala macam ancaman

H. Pengertian Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam bahasa Perancis dikenal dengan “droit de l’homme,”
dalam bahasa Inggris “human right,” dan dalam bahasa Belanda “mensen rechten,” yang berarti
hak-hak manusia

1. Landasan Pengakuan HAM :

a. Landasan langsung yang pertama : Kodrat manusia. Semua manusia sederajat, tanpa
membedakan ras, suku, agama, bahasa, asalusul, adat-istiadat, dsb.
b. Landasan kedua yang lebih mendalam : Makhluk ciptaan Tuhan YME. Semua manusia,
bahkan seluruh yang ada di jagat raya, adalah ciptaan Tuhan YME. Karena itu di hadapan
Tuhan manusia adalah sama, kecuali nanti pada amalnya.

2. Ciri Pokok dan Hakikat HAM :

a. Hak asasi manusia tidak perlu diberikan, dibeli, atau diwariskan. Hak asasi manusia adalah
bagian dari manusia secara otomatis;
b. Hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, asal-usul,
ras, agama, etnik, pandangan politik, dsb.
c. Hak asasi manusia tidak boleh dilanggar. Tidak seorang pun mempunyai hak membatasi
atau melanggar hak orang lain.

3. Ham Di Indonesia

Pengakuan atas martabat dan hak-hak yang sama sebagai manusia yang hidup di dunia
telah disetujui dan diumumkan oleh Resolusi MU-PBB pada tanggal 10 Desember 1948 dalam
“Universal Declaration of Human Right” (Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia).
sinya memuat 30 Pasal yang meliputi :
a. Hak berpikir dan mengeluarkan pendapat.
b. Hak memiliki sesuatu.
c. Hak mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d. Hak menganut agama atau aliran kepercayaan.
e. Hak untuk hidup.
f. Hak untuk kemerdekaan hidup.
g. Hak untuk memperoleh nama baik.
h. Hak untuk memperoleh pekerjaan.
i. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

I. Pengertian Demokrasi

Secara bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu “demos” yang
berarti rakyat, dan “cratos” atau “cratein” yang berarti kekuasaan atau pemerintahan. Jadi,
demokrasi adalah kekuasaan atau pemerintahan rakyat.
Bentuk Demokrasi Dalam Pengertian Sistem Pemerintahan Negara
Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara, antara lain :
a. Pemerintahan Monarki (monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki
parlementer)
b. Pemerintahan Republik : berasal dari bahasa latin, RES yang artinya pemerintahan dan
PUBLICA yang berarti rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan yang
dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.
Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan :
Konsep ini berasal dari para filsuf Yunani. Pembagian bentuk pemerintahan
menurut Plato (429-347), dibedakan menjadi :
1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang (Raja) sebagai
pemimpin tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan rakyat.
2. Tirani, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh seseorang sebagai pemimpin
tertinggi dan dijalankan untuk kepentingan pribadi sang pemimpin.
3. Aristokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan
dijalankan untuk kepentingan rakyat banyak.
4. Oligarki, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh sekelompok orang dan dijalankan
untuk kelompok itu sendiri.
5. Mobokrasi/Okhlokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat, tetapi yang
tidak tahu apa-apa, tidak berpendidikan, tidak faham tentang
6. pemerintahan, sehingga pemerintahan yang dijalankan tidak berhasil untuk kepentingan
rakyat banyak.
7. Demokrasi, yaitu bentuk pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan dijalankan untuk
kepentingan rakyat banyak.
Menurut Nicollo Machiavelli, bentuk pemerintahan ada dua, yaitu :
1. Monarki, yaitu bentuk pemerintahan kerajaan. Pemimpin negara umumnya bergelar Raja,
Ratu, Sultan, atau Kaisar. Pengangkatan/penunjukannya berdasarkan keturunan atau
pewarisan.
2. Republik, yaitu bentuk pemerintahan yang dipimpin oleh seorang Presiden atau Perdana
Menteri. Pengangkatan/penunjukannya berdasarkan pemilihan.
Demokrasi Desa :

Sejak dulu desa-desa di Indonesia sudah menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan
kepala desa dan adanya rembug desa. Inilah yang disebut demokrasi asli. Demokrasi desa
mempunyai lima unsur, yaitu :

a. Rapat;
b. Mufakat;
c. Gotong-royong;
d. Hak mengadakan protes bersama;
e. Hak menyingkir dari kekuasaan raja absolut.

Demokrasi desa tidak dapat dijadikan pola demokrasi untuk Indonesia modern, akan tetapi dapat
dikembangkan menjadi konsep demokrasi Indonesia yang modern. Menurut Hohamad Hatta,
demokrasi Indonesia modern harus meliputi tiga hal, yaitu :

a. Demokrasi di bidang politik;
b. Demokrasi di bidang ekonomi,
c. Demokrasi di bidang sosial.
Demokrasi Pancasila :

Semenjak negara Republik Indonesia berdiri tahun 1945, telah dianut dan dilaksanakan
demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, dan sejak tahun 1966 demokrasi Pancasila.
Sesuai dengan UUD 1945, memang seharusnya yang dianut dan dilaksanakan adalah demokrasi
Pancasila. Nilai-nilai yang terjabar dari nilai-nilai Pancasila sebagaimana tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah :

a. Kedaulatan rakyat. Perhatikan bunyi kalimat pada elinea keempat, ”...yang terbentuk
dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat ...”
b. Republik. Perhatikan kalimat tersebut di atas pada kata Republik Indonesia;
c. Negara berdasar atas hukum. Perhatikan kalimat pada alinea keempat selanjutnya, ”...
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.” Perhatikan pula Penjelasan UUD 1945 dalam sistem pemerintahan
negara, ”I. Indonesia ialah negara yang berdasar atas Hukum (Rechtsstaat); 1. Negara
Indonesia berdasar atas Hukum (rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka
(machtsstaat).”
d. Pemerintahan yang konstitusional. Perhatikan kalimat, ”... maka disusunlah Kemerdekaan
Kebangsaan itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia ...” UUD 1945
adalah konstitusi negara!
e. Sistem perwakilan. Perhatikan kalimat, ”... dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ...” yang adalah juga sila keempat
Pancasila.
f. Prinsip musyawarah. Perhatikan kalimat yang sama tersebut di atas;
g. Prinsip Ketuhanan. Perhatikan kalimat, ”...dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa,
...” yang tidak lain adalah sila pertama Pancasila.
Perkembangan Demokrasi di Indonesia :
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut. Lahirnya konsep
demokrasi dapat ditelusuri mulai pada sidang BPUPKI (1945) yang pada umumnya para
founding father menghendaki bahwa negara Indonesia merdeka haruslah negara demokrasi.
Perbedaan yang terjadi adalah mengenai hak-hak demokrasi warga negara. Pandangan pertama
yang diwakili Mr. R. Soepomo dan Ir. Soekarno, menentang dimasukkannya hak-hak tersebut
dalam konstitusi, sementara pandangan kedua yang diwakili Drs. Moh. Hatta dan Mr. Muh.
Yamin, memandang perlu pencantuman hak-hak warga negara dalam undangundang dasar.
Periodisasi pelaksanaan demokrasi Indonesia menurut Miriam Budiardjo (1997) adalah :
a. Masa Republik I, disebut Demokrasi Parlementer;
b. Masa Republik II, disebut Demokrasi Terpimpin;
c. Masa Republik III, disebut Demokrasi Pancasila, yang menonjolkan system presidensial.
Sementara itu menurut Afan Gaffar (1999), periodisasi dimaksud adalah :
1. Periode masa Revolusi Kemerdekaan;
2. Periode masa Demokrasi Perlementer (representative democracy);
3. Periode masa Demokrasi Terpimpin (guided democracy);
4. Periode masa Pemerintahan Orde Baru (Pancasila democracy).
Perkembangan sampai saat sekarang dapat juga dibagi ke dalam periodisasi sebagai berikut (Dwi
Winarno, 2006) :
a. Pelaksanaan demokrasi masa Orde Baru (1966-1998);
b. Pelaksaan demokrasi masa Transisi (1998-1999);
c. Pelaksaan demokrasi masa Reformasi (1999-sekarang).
d. Pelaksanaan demokrasi masa Revolusi (1945-1950);
e. Pelaksanaan demokrasi masa Orde Lama :
1. Demokrasi Liberal (1950-1959);
2. Demokrasi Terpimpin (1959-1965).

J. Landasan Hubungan UUD 1945 dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

1. Pancasila sebagai ideologi negara
Telah disebutkan bahwa Pancasila merupakan falsafah bangsa sehingga ketika Indonesia
menjadi negara, falsafah Pancasila ikut masuk dalam negara. Cita–cita bangsa tercermin dalam
Pembukaan UUD 1945, sehingga dengan demikian Pancasila merupakan Ideologi Negara.
2. UUD 1945 sebagai landasan konstitusi
Kemerdekaan Indonesia merupakan momentum yang sangat berharga dimana bangsa kita
bisa terlepas dari penjajahan. Tetapi kemerdekaan ini bukan kemerdekaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia karena :
a. Teks Proklamasi secara tegas menyatakan bahwa yang merdeka adalah bangsa Indonesia,
bukan negara (karena tidak memenuhi syarat adanya negara dalam hal ini tidak adanya
pemerintahan).
b. Mengingat kondisi seperti ini, maka dengan segera dibentuk PPKI yang bertugas untuk
membuat undang–undang. Sehingga pada tanggal 18 Agustus 1945 telah terbentuk UUD 1945
sehingga secara resmi berdirilah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi UUD 1945
merupakan landasan konstitusi NKRI.
3. Implementasi konsepsi UUD 1945 sebagai landasan konstitusi
- Pancasila : cita–cita dan ideologi negara
- Penataan : supra dan infrastruktur politik negara
- Ekonomi : peningkatan taraf hidup melalui penguasaan bumi dan air oleh negara untuk
kemakmuran bangsa.
- Kualitas bangsa : mencerdaskan bangsa agar sejajar dengan bangsa–bangsa lain.
- Agar bangsa dan negara ini tetap berdiri dengan kokoh, diperlukan kekuatan pertahanan
dan keamanan melalui pola politik strategi pertahanan dan kemanan.
4. Konsepsi pertama tentang Pancasila sebagai cita–cita dan ideologi negara
a. Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan penjajahan bertentangan dengan hak asasi
manusia.
b. Kehidupan berbangsa dan bernegara ini harus mendapatkan ridho Allah SWT karena
merupakan motivasi spiritual yang harus diraih jika negara dan bangsa ini ingin berdiri
dengan kokoh.
c. Adanya masa depan yang harus diraih.
d. Cita–cita harus dicapai oleh bangsa Indonesia melalui wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
5. Konsepsi UUD 1945 dalam mewadahi perbedaan pendapat dalam masyarakat
Paham Negara RI adalah demokratis, karena itu idealisme Pancasila yang mengakui adanya
perbedaan pendapat dalam kelompok bangsa Indonesia. Hal ini telah diatur dalam undang–
undang pelaksanaan tentang organisasi kemasyarakatan yang tentunya berdasarkan falsafah
Pancasila.
6. Konsepsi UUD 1945 dalam infrastruktur politik
Infrastruktur politik adalah wadah masyarakat yang menggambarkan bahwa masyarakat ikut
menentukan keputusan politik dalam mewujudkan cita–cita nasional berdasarkan falsafah
bangsa. Pernyataan bahwa tata cara penyampaian pikiran warga negara diatur dengan undang–
undang.

K. Perkembangan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara

1. Situasi NKRI terbagi dalam periode–periode
Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai 1965 disebut periode lama atau Orde Lama.
Ancaman yang dihadapi datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak
langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah
produk Undang–Undang tentang Pokok–Pokok Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan Nomor 29
Tahun 1954. Sehingga terbentuklah organisasi–organisasi perlawanan rakyat pada tingkat desa
(OKD) dan sekolah-sekolah (OKS).
Tahun 1965 sampai 1998 disebut periode baru atau Orde Baru. Ancaman yang dihadapi
dalam periode ini adalah tantangan non fisik. Pada tahun 1973 keluarlah Ketetapan MPR dengan
Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN, dimana terdapat penjelasan tentang Wawasan Nusantara
dan Ketahanan Nasional. Lalu pada tahun 1982 keluarlah UU No. 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan–Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dengan adanya
penyelenggaraan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara dari Taman Kanak–Kanak hingga
Perguruan Tinggi.
Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi, untuk menghadapi perkembangan
jaman globalisasi maka diperlukan undang–undang yang sesuai maka keluarlah Undang–Undang
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur kurikulum Pendidikan
kewarganegaraan, yang kemudian pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan negara dengan warga negara, antara warga
negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan
Tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga keluaran peserta
didik memiliki semangat juang yang tinggi dan kesadaran bela negara sesuai bidang profesi
masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
Perguruan Tinggi perlu mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan karena Perguruan
Tinggi sebagai institusi ilmiah bertugas secara terus menerus mengembangkan ilmu pengetahuan
dan Perguruan Tinggi sebagai instrumen nasional bertugas sebagai pencetak kader-kader
pemimpin bangsa.
Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi diberikan pemahaman filosofi secara
ilmiah meliputi pokok-pokok bahasan, yaitu : Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Politik
dan Strategi Nasional.


DAFTAR PUSTAKA

Lemhanas & Ditjen Dikti Depdikbud. 1991. Kewiraan untuk Mahasiswa. Jakarta : PT.
Gramedia.
Lemhanas. 1995. Ketahanan Nasional. Cetakan Pertama. Jakarta : Balai Pustaka.
Universitas Gunadarma. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan . Jakarta : Gunadarma
Sajidiman Djunaedi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan Nasional). Cianjur :

Universitas Suryakencana



Pengertian Wawasan Nusantara
1. Wawasan artinya pandangan, tinjauan, penglihatan atau tanggap indrawi. Selain menunjukkan kegiatan untuk mengetahi serta arti pengaruh-pengaruhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. penglihatan atau tanggap indrawi, Wawasan juga mempunyai pengertian menggabarkan cara pandang, cara tinjau, cara melihat atau cara tanggap incrawi.
2. Nasional menunjukkan kata sifat, ruang lingkup, bentuk kata yasng berasal dari istilah nation berarti bangsa yang telah mengidentiikasikan diri ke dalam kehidupan bernegara atau secara singkat dapat dikatakan sebagai bangsa yang telah menegara.
3. Nusantara, istilah ini dipergunakan untuk menggambarkann kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau yang terletak di atara Samodra Pasifik dan Samodra Indonesia, serta di antara Benua Asia Benua Australia.
4. Wawasan Nasional merupakan “cara pandang” suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya . Wawasan merupakan penjabaran dari falsafat bangsa Indonesia sesaui dengan keadaan geografis suatu bangsa, serta sejarah yang pernah dialaminya.
Esensinya; bagaimana bangsa itu memanfaatkan kondisi geografis, sejarahnya, serta kondisi sosial budayanya dalam mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Bagaimana bangsa tersebut memandang diri dan lingkungannya. `
5. Dengan demikian Waasan Nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan ide nasionalnya yang 4
dilandasi Pancasila dan UUD 1945, yang merupakan aspirasi bangsa merdeka, berdaulat, bermartabat, serta menjiwai tata hidup dan tindak kebijaksanaannya dalam mencapai tujuan nasional. Wawasan Nusantara adalah cara pandang, cara memahami, cara menghayati, cara bersikap, cara berfikir, cara bertindak, cara bertingkah laku, bangsa Indonesia sebagai interaksi prosees psikologis, sosiokultural, dengan aspek ASTAGATRA (Kondisi geografis, kekayaan alam dan kemampuan penduduk serta IPOLEKSOSBUD Hankam).
Wawasan Nusantara Sebagai Wawasan Pembangunan Nasional
Secara konstitusional, Wawasan Nusantara dikukuhkan dengan Kepres MPR No. IV/MPR/1973, tentang Garis Besar Haluan Negara Bab II Sub E, Pokok-pokok Wawasan Nusantara dinyatakan sebagai Wawasan dalam mencapai tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara mencakup:
1. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Politik dalam arti:

a. Bahwa kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan menjadi modal dan milik bersama bangsa. b. Bahwa Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti seluas-luasnya. c. Bahwa secara psikologis, bahwa bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad di dalam mencapai cita-cita bangsa. d. Bahwa Pancasila adalah adalah satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan Negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju tujuannya. e. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan hokum dalam arti bahwa hanya ada satu hokum yang mengabdi kepada kepentingan nasional. 2. Perwujudan Kepulaun Nusantara sebagai Kesatuanj Sosial dan Budaya dalam arti: a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kaehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa..
b. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedangkan corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi 5
modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia. 3. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan Ekonomi dalam arti : a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan cirri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya. 4. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan dalam arti: a. Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan negara. b. Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan Negara (Lemhanas, 1989: 7). Dengan ditetapkannya rumusan Wawasan Nusantara sebagai ketetapan MPR, maka Wawasan Nusantara memiliki kekuatan hukum yang mengikat semua penyelenggara Negara, semua lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan, serta semua warga negara Indonesia . Hal ini berarti bahwa setiap rumusan kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan nasional harus mencerminkan hakekat rumusan Wawasasn Nusantara. Wawasan Nusantara dan Integrasi Wilayah
Wawasan nusantara sebagai “cara pandang” bangsa Indonesia yang melihat Indonesia sebagai kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam merupakan landasan dan dasar bagi bangsa Indonesia dalam menyelesaikan segala masalah dan hekikat ancaman yang timbul baik dari luar maupun dari dalam segala aspek kehidupan bangsa. Sebagai landasan kerja bagi penyelenggaraan dan pembinaaan hidup kebangsaan serta hidup kenegaraan perlu didasari oleh GBHN sebagai produk MPR (pasal 3 UUD 1945) dan APBN sebagai produk legeslatif dan eksekutif (pasal 23 ayat 1 UUD 1945). Salah satu manfaat yang paling nyata dari penerapan wawasan nusantara adalah di bidang politik, khususnya di bidang wilayah. Dengan diterimanya konsepsi wawasan nusantara (Konsepsi Deklarasi Juanda) di forum internasional terjaminlah 6
integrasi teritorial kita, yaitu “Laut Nusantara, yang semula dianggap laut bebas” menjadi bagian integral wilayah Indosia. Di samping itu pengakuan landas kontinen Indonesia dan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEE) menghasilkan pertumbuhan wilayah Indonesia yang cukup besar, sehingga menghasilkan luas wilayah Indonesia yang semula nomor 17 di dunia menjadi nomor 17 di dunia. Pertambahan luas ruang hidup tersebut di atas menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar bagi kesejahteraan bangsa, mengingat bahwa minyak, gas bumi, dan mineral lainnya banyak yang berada di dasar laut, baik di lepas pantai (off shore) maupun di laut dalam. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional, termasuk tentangga dekat kita, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, India, Australia, dan Papua Nugini yang dinyatakan dengan persetujuan yang menyangkut laut teritorial maupun landas kontinen. Persetujuan tersebut dapat dicapai karena Indonesia dapat memberikan akomodasi kepada kepentingan negara-negara tetangga antara lain bidang perikanan (traditional fishing right) dan hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
Penerapan wawasan nusantara di bidang komunikasi dan transportasi dapat dilihat dengan adanya satelit Palapa dan Microwave System serta adanya lapangan terbang perintis dan pelayaran perintis. Dengan adanya proyek tersebut laut dan hutan tidak lagi menjadi hambatan yang besar sehingga lalu lintas perdagangan dan integrasi budaya dapat lancar jalannya. Penerapan wawasan nusantara di bidang ekonomi juga lebih dapat dijamin mengingat kekayaan alam yang ada lebih bisa dieksploitasi dan dinikmati serta pemerataannya dapat dilakukan karena sarana dan prasarana menjadi lebih baik. Penerapan di bidang sosial budaya terlihat dari dilanjutkannya kebijakan menjadikan bangsa Indonesia yang bhineka tunggal ika, sebangsa, setanah air, senasib sepenanggung, dan berasaskan Pancasila. Tingkat kemajuan yang sama merata dan seimbang terlihat dari tersedianya sekolah di seluruh tanah air dan adanya universitas negeri di setiap provinsi. 7
Politik Perbatasan Dalam Konteks Wawasan Nusantara Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga seperti diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “ Tahun-tahun ini kita dirisaukan oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Austsralia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hingga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4). Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di wilayah RI ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain akan merosot. Potensi desharmoni dengan negara tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh karena itu perlu penegasan batas wilayah agar saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup bertetanngga dengan bangsa lain. Kondisi disepanjang perbatasan Kalimantan dengan kehidupan seberang perbatasan yang lebih makmur dapat mengurangi kebanggaan warga di perbatasan pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit lebih berorientasi ke Filipina Selatan akan melemahkan semangat kebangsaan warganya. 8
Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk “Kementriaan Perbatasan” yang mengelola kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI. Wilyan NKRI perlu dijaga dengan penegasan secara defakto dengan menghadirkan penguasa local seperti lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara. Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga seluruh bangsa ini. Kasus Ambalat; Bermula dengan lepasnya Timor Timur 1999, kemudian kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus Sipadan dan Ligitan , 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang kaya minyak ke tangan Malaysia. Kontruksi bangunan teritorial kita dilihat dari kepentingan nasional begitu rapuh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi nama Wilayah ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4).
Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan atas klaim ND6 dan ND7 sebagai bagian meilikinya atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa tahun yang lalu. Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU tidak dapat digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu kelengkapan 9
persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pendek kata bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat (Rusman Gazali, 2005: 4). G. Wawasan Nusantara dan Integrasi Nasional Dalam usaha mencapai tujuan nasional masih banyak yang mempunyai pandangan berbeda atau persepsi berbeda. Untuk itu pemerintah Indonesia telah mempunyai rumusan dalam konsep pandangan nasional yang komprehensif dan integral dalam bentuk wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama pada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan, sehingga akan menghasilkan integrasi nasional.
Secara teoretis integrasi dapat dilukiskan sebagai pemilikan perasaan keterikatan pada suatu pranata dalam suatu lingkup teritorial guna memenuhi harapan-harapan yang bergantung secara damai di antara penduduk. Secara etimologis, integrasi berasal dari kata integrate, yang artinya memberi tempat bagi suatu unsur demi suatu keseluruhan. Kata bendanya integritas berarti utuh. Integrasi mempunuyai pengertian “to combine (part) into a whole” atau “to complate (something thet is imperfec or incomplete) by adding parts” dan “to bring or come into equality by the mexing of group or races”. Secara teoritis integrasi dapat dilukiskan sebagai pemilikan keterkaitan antar bagian yang menjadi satu. Oleh karena itu, pengertian integrasi adalah membuat unsur-unsurnya menjadi satu kesatuan dan utuh. Integrasi berarti menggabungkan seluruh bagian menjadi sebuah keseluruhan dan tiap-tiap bagian diberi tempat, sehingga membentuk kesatuan yang harmonis dalam kesatuan Negara Republik Indonesia (NKRI) yang bersemboyankan “Bhineka Tunggal Ika”. Integrasi nasional merupakan hal yang didambakan yang dapat mengatasi perbedaan suku, antargolongan, ras, dan 10
agama (SARA). Kebhinekaan ini merupakan aset bangsa Indonesia jika diterima secara ikhlas untuk saling menerima dan menghormati dalam wadah NKRI. Menurut Sartono Kartodirdjo, integrasi nasional berawal dari integrasi teritorial dan merupakan integrasi geopolitik yang dibentuk oleh transportasi, navigasi, dan perdagangan, sehingga tercipta komunikasi ekonomi, sosial, politik, kultural yang semakin luas dan intensif. Pada masa prasejarah telah terbentuk jaringan navigasi yang kemudian berkembang dan sampai puncaknya pada masa Sriwijaya dan Majapahit serta yang pada zaman Hindia Belanda diintesifkan melalui ekspedisi militer. Pada masa NKRI diperkokoh dengan adanya sistem administrasi yang sentralistik melalui sistem idukasi, militer, dan komunikasi (Sartono Kartodirdjo, 1993: 85). Menurut Drake integrasi nasional adalah suatu konsep yang multidimensional, kompleks, dan dinamis. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam integrasi nasional antara lain sebagai berikut. Pertama, pengalaman historis yang tampil sebagai kekuasaan yang kohesif, berawal dari penderitaan yang menjadi bagian warisan bersama sebuah negara. Kedua, atribut sosio-kultural bersama seperti bahasa, bendera, bangsa yang membedakan dengan bangsa lain dan yang memungkinkan WNI memiliki rasa persatuan. Ketiga, interaksi berbagai pihak di dalam negara kebangsaan dan adanya interdependensi ekonomi regional (Filip Litay, 1997; 10).
Masyarakat Indonesia sangat heterogin dan pluralistis. Oleh karena itu, bagi integrasi sosial budaya unsur-unsurnya memerlukan nilai-nilai sebagai orientasi tujuan kolektif bagi interaksi antarunsur. Dalam hubungan ini ideologi bangsa, nilai nasionalisme, kebudayaan nasional mempunyai fungsi strategis. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat menggantikan nilai-nilai tradisonal dan primodial yang tidak relevan dengan masyarakat baru. Dengan demikian nilai nasionalisme memiliki nilai ganda, yaitu selain meningkatkan integrasi nasional, juga berfungsi menanggulangi dampak kapitalisme dan globalisasi serta dapat mengatasi segala hambatan ikatan primordial. 11
Apabila dipikirkan antara integrasi dan nasionalisme saling terkait. Integrasi memberi sumbangan terhadap nasionalisme dan nasionalisme mendukung integrasi nasional. Oleh karena itu, integrasi nasional harus terus dibina dan diperkuat dari waktu ke waktu. Kelalaian terhadap pembinaan integrasi dapat menimbulkan konflik dan disintegrasi bangsa. Sebagai contoh, keinginan berpisah dari NKRI oleh sebagian masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku karena selama puluhan tahun mereka hanya sebagai objek dan bukan subjek. Mereka hanya mendapat janji-janji kesejahteraan tanpa bukti dan menentang ketidakadilan di segala bidang. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat dapat mengakomodasikan setiap isu yang timbul di daerah. Integrasi nasional biasanya dikaitkan dengan pembangunan nasional karena masyarakat Indonesia yang majemuk sangat diperlukan untuk memupuk rasa kesatuan dan persatuan agar pembangunan nasional tidak terkendala. Dalam hal ini kata-kata kunci yang harus diperhatikan adalah mempertahankan masyarakat dalam keadaan harmonis dan saling membantu atau dalam koridor lintas SARA. Integrasi mengingatkan adanya kekuatan yang menggerakkan setiap individu untuk hidup bersama sebagai bangsa. Dengan integrasi yang tangguh yang tercermin dari rasa cinta, bangga, hormat, dan loyal kepada negara, cita-cita nasionalisme dapat terwujud.
Dalam integrasi nasional masyarakat termotivasi untuk loyal kepada negara dan bangsa. Dalam integrasi terkandung cita-cita untuk menyatukan rakyat mengatasi SARA melalui pembangunan integral. Integrasi nasional yang solid akan memperlancar pembangunan nasional dan pembangunan yang berhasil akan memberikan dampak positip terhadap negara dan bangsa sebagai perwujudan nasionalisme. Dengan berhasilnya pembangunan sebagai wujud nasionalisme, konflik-konflik yang mengarah kepada perpecahan atau disintegrasi dapat diatasi karena integrasi nasional memerlukan kesadaran untuk hidup bersama dalam mewujudkan masyarakat yang harmonis. Negara dan bangsa sebagai institusi yang diakui, didukung, dan dibela oleh rakyat 12
diharapkan mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat dan memperjuangkan nasip seluruh warga bangsa. Dalam mengatasi isu-isu disintegrasi, pemerintah perlu melegalkan tuntutan mereka sejauh masih dalam koridor NKRI. Selruh warga bangsa perlu berempati pada masyarakat Papua, Aceh, dan Maluku. Perlu dimengerti bahwa masyarakat Papua adalah Indonesia yang di dalamnya terdiri dari banyak etnis, sebab tanpa Aceh dan Papua Indonesia bukan “Indonesia Raya” lagi. Dengan menaruh rasa empati kepada mereka, serta disertai tindakan nyata yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat yang menginginkan untuk berpisah tersebut dapat menyadari bahwa mereka dan “kita” adalah satu untuk mewujudkan kepentingan bersama, kemakmuran bersama, rasa keadilan bersama, dalam wadah NKRI. Namun bila isu-isu tidak pernah ditanggapi dan justru dengan pendekatan keamanan (militer), hal ini akan menimbulkan kesulitan di masa yang akan datang. Tututan yang wajar perlu diakomodasikan sehingga mungkin dapat meredakan keinginan berpisah dari NKRI. Perlu dicatat bahwa pemerintah RI harus meningkatkan kesejahteraan seluruh warga bangsa karena hal ini merupakan kunci terciptanya integrasi nasional demi terwujudnya cia-cita nasionalisme. Dalam usaha mencapai tujuan nasional, masih banyak yang memiliki pandangan berbeda. Untuk itu pemerintah telah merumuskan pandangan nasional yang komperhensif dan integral yang dikenal dengan wawasan nusantara. Wawasan ini akan memberikan konsepsi yang sama kepada peserta didik tentang visi ke depan bangsa Indonesia untuk menciptakan kesatuan dan persatuan secara utuh, sehingga dapat mewujudkan integrasi nasional. Adanya nilai-nilai nasionalisme, khususnya nilai kesatuan, sangat mendukung terwujudnya integrasi nasional. Dengan demikian nilai-nilai wawasan nusantara, kususnya nilai kesatuan, yaitu kesatuan IPOLEKSOSBUD-HANKAM sangat mendukung adanya integrasi nasional. 13
Penutup WawasanNusantara memiliki peranan penting untuk mewujudkan persepsi yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia. Perbedaan persepsi, perbedaan pendapat, dan freksi-freksi antar kelompok dalam konteks sosologis, politis serta demokrasi dianggap hal yang wajar dan sah-sah saja. Hal di atas justru diharapkan dapat menghasilkan masyarakat yang dinamis dan kreatif, sinergis, untuk saling menyesuaikan menuju integrasi. Suatu pantangan yang harus dihindari adalah perbuatan, tindakan yang melanggar norma-norma etika, moral, nilai agama atau tindakan anarkis menuju ke arah disintegrasi bangsa. Namun demikian wawasan normatif, wawasan yang disepakati bersama perlu dimengerti, dipahami di sosialisasikan bahwa Nusantara sebagai kesatuan kewilayahan, kesatuan IPOLEKSOSBUD-HANKAM tidak dapat ditawar lagi, tidak dapat diganggu gugat sebagai harga mati yang normatif. Dengan persepsi yang sama diharapkan dapat membawa bangsa menuju kesepahaman dan kesehatian dalam mewujudkan cita-cita nasional. Suatu persepsi atau pandangan yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan bersama akan merugikan kesatuan, kebersamaan dan keserasian sehingga menimbulkan gejolak sosial yang dapat merugikan bangsa keseluruhan sehingga dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Perilaku koropsi, mementingkan diri sendiri, tidak bertanggung jawab, tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas akan mengakibatkan perilaku bunuh diri bersama-sama. Negara yang tidak bisa menyamakan persepsi atau pandangan yang sama akan minimbulkan konflik yang berlarut-larut sehingga menghasilakan bangsa yang gagal. Pembinaan dan sosialisasi Wawasan Nusantara sangat penting bagi negara bangsa karena dapat menghasilkan Ketahanan Nasional. Daya tahan yang kuat bagi sauatu bangsa dan kerja sama yang sinergis antar bidang (IPOLEKSOSBUD-HANKAM) yang diusahakan terus menurus dapat menghasilkan integrasi nasional yang utuh menyeluruh.

Daftar Pustaka Adi Sumardiman, dkk. 1982. Wawasan Nusantara, Jakarta: Yayasan Harapan Nusantara. Chaidir Basrie, 2002. Pemantapan Wawasan Nusantara Menuju Ketahanan Nasional. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas. 14
Dimyati, M. 1972. Hukum Laut Internasional. Jakarta: Penerbit Bharat Karya Aksara. Ermaya Suradinata, dkk. 2001. Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional. Jakarta: Paradigma Cipta Tatrigama. Filip Litay. 1997. Integrasi Nasional. Jakarta. Hasyim Djalal. 2000. Masa Depan Indonesia Sebagai Negara Kesatuan Ditinjau Dari Segi Hukum Latu dan Kelautan. Tanpa Kota Penerbit dan Penerbit. _____________.2002. Konsepsi Wawasan Nusantara Rumusan Setjen Wanhankamnas,





Ketahanan Nasional
Ketahanan berasal dari asal kata “tahan” ; tahan menderita, tabah kuat, dapat menguasai diri, tidak kenal menyerah. Ketahanan berarti berbicara tentang peri hal kuat, keteguhan hati, atau ketabahan. Jadi Ketahanan Nasional adalah peri hal kuat, teguh, dalam rangka kesadaran, sedang pengertian nasional adalah penduduk yang tinggal disuatu wilayah dan berdaulat. Dengan demikian istilah ketahanan nasional adalah peri hal keteguhan hati untuk memperjuangkan kepentingan nasional.Pengertian Ketahanan Nasional dalam bahasa Inggris yang mendekati pengertian aslinya adalah national resilience yanmengandung pengertian dinamis, dibandingkan pengertian resistence dan endurence. Ketahanan nasional merupakan kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional, dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan baik yang datang dari luar dan dalam yang secara langsung dan tidak langsung membahayakan integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta perjuangan mengejar Tujuan Nasionalnya. Keadaan atau kondisi selalu berkembang dan keadaan berubah-ubah, oleh karena itu ketahanan nasional harus dikembangkan dan dibina agar memandai sesuai dengan perkembangan jaman.
Jika kita mengkaji Ketahanan nsional secara luas kita akan mendapatkan tiga “wajah” Ketahanan Nasional, walaupun ada persamaan tetapi ada perbedaan satu sama lain:
1. Ketahanan Nasional sebagai kondisi dinamis mengacu keadaan “nyata riil” yang ada dalam masyarakat, dapat diamati dengan pancaindra manusia. Sebagai kondisi dinamis maka yang menjadi perhatian adalah ATHG disatu pihak dan adanya keuletan, ketangguhan, untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam mengatasi ancaman.
2. Ketahanan nasional sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan negara diperlukan penataan hubungan antara aspek kesejahteraan (IPOLEKSOSBUD) dan keamanan (Hankam). Dalam konsepsi pengaturan ini dirumuskan ciri-ciri dan sifat-sifat ketahanan nasional, serta tujuan ketahanan nasional.
3. Ketahanan Nasional sebagai metode berfikir, ini berarti suatu pendekatan khas yang membedakan dengan metode berfikir lainnya. Dalam ilmu pengetahuan dikenal dengan metode induktif dan deduktif, hal ini juga dalam ketahanan nasional, dengan suatu tambahan yaitu bahwa seluruh gatra dipandang sebagai satu kesatuan utuh menyeluruh.
Ketahanan Politik Dalam Negeri

Dalam rangka mewujudkan ketahanan politik, diperlukan kehidupan politik bangsa yang sehat, dinamis, mempu memelihara stabilitas politik berdasakan ideologi Pancasila, UUD l945 yang menyangkut:
1) Sistem pemerintahan berdasarkan hukum tidak berdasarkan kekuasaan bersifat absolut, dan kedaulatan ditanggan rakyat.
2) Dalam kehidupan politik dimungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, namun perbedaan tersebut bukan menyangkut nilai dasar, sehingga tidak antagonis yang menjurus ke arah konflik.
3) Kepemimpinan nasional diharapkan mampu mengakomodasikan aspirasi yang hidup dalam masyrakat, dengan tetap memegang teguh nilai-nilai Pancasila.
4) Terjalin komunikasi timbal balik antara pemerintah dan masyarakat, antara kelompok kepentingan dan golongan-golongan untuk mewujudkan tujuan nasional.

Ketahanan Aspek Politik Luar Negeri
1) Hubungan politik luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama internasional di berbagai bidang atas dasar saling menguntungkan, dan meningkatkan citra politik Indonesia dan memantabkan persatuan dan kesatuan.
2) Politik luar negeri dikembambangkan berdasarkan skala prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan kerjasama antar negara berkembang dan negara maju, sesuai dengan kepentingan nasional. Kerja sama antara negara ASEAN dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya, Iptek dan kerjasama dengan negara Non Blok.
3) Citra positif bangsa Indonesia perlu ditingkatkan melalui promosi, diplomasi, dan lobi internasional, pertukaran pemuda dan kegiatan olah raga.
4) Perjuangagn Bangsa Indonesia untuk meningkatkan keentingan nasional seperti melindungi kepentingan Indonesia dari kegiatan diplomasi negatif negara lain, dan hak WNI di luar negeri perlu ditingkatkan (Sumarsono, 2000: 116).

Wujud ketahanan sosial budaya tercermin dalam kondisi sosial budaya manusia yang dijiwai kepribadian nasional berdasarkan Pancasila, yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, rukun bersatu, berkualitas, maju dan sejahtera, dalam kehidupan selaras, serasi, seimbang serta kemampuan menangkal budaya asing yang tidak sesuai budaya nasional. Esensi ketahan budaya adalah 8
pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan sosial budaya, dengan demikian ketahanan budaya merupakan pengembangan sosial budaya dimana setiap warga masyarakat dapat mengembangkan kemampuan pribadi dengansegenap potensinya berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sumarsono, 2000: 124). Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila akan diwujudkan sebagai aturan tuntutan sikap dan tingkah laku bangsa dan akan memberikan landasan, semangat, jiwa secara khas yang merupakan ciri pada elemen-elemen sosial budaya bangsa Indonesia. Dalam negara berkembang, ada fenomena perubahan sosial yang disebabkan adanya faktor-faktor fisik geografis, bioleogis, teknologis dan kultural, terutama faktor teknologis kultural memegang peranan penting untuk perubahan sosial. Dari faktor di atas yang memegang peranan penting adalah faktor teknologi dan kebudayaan. Hal ini disebabkan karena perubahan di bidang teknologi dan kebudayaan berjalan sangat cepat. Perlu diketahui bahwa perubahan sosial budaya disebabkn oleh fator yang datangnya dari luar dan dari dalam, dan faktor dari luar biasanya jauh lebih dominan. Oleh karena itu faktor dari luar perlu mendapatkan perhatian khusus. Untuk dapat memahami perubahan sosial perlu dipelajari bagaimana perubahan itu diterima oleh masyarakat. Apabila hal ini dihungkan dengan ketahan sosial budaya, maka pengaruh budaya seperti budaya konsumtif, hedonisme, pornografi, sex bebas, kejahatan dunia maya, sendikat narkoba dapat membahayakan kelangsungan hidup dalam bidang budaya nasional. Disadari atau tidak pengaruh budaya luar pasti sulit ditolak, namun hal yang perlu diwaspadai adalah pengaruh dampak negatif yang mungkin akan terjadi yang dapat membahayakan kepribadian bangsa. Tidak menutup kemungkinan bahwa pihak luar sengaja menyebarkan pengaruhnya melalui sarana teknologi kominikasi yang akan menguntungkan bagi negaranya. Terhadap pengaruh semacam ini bangsa Indonesia harus waspada dan memiliki daya tahan untuk menanggulanginya. Dengan demikian persoalan yang harus dipecahkan adalah bagaimana caranya mengarahkan perubahan sosial, mengingat bahwa pengaruh kebudayaan asing tidak dapat dicegah sehingga tidak merusak kehidupan masyarakat dan kepribadian bangsa Indonesia. Mengenai perubahan sosial Lukman Sutrisno peranah menawarkan adanya Sosial Enggenering yaitu konsep mesin sosial yang sangat berguna untuk meminimalisasi akibat terjadinya perubahan sosial. Oleh karena perubahan sosial pasti terjadi seperti akibat adanya globalisasi, pasar bebas, modernisasi, revolusi transpotasi, revolusi komunikasi. Dalam usaha meningkatkan ketahanan sosial budaya perlu disosialisasikan pengembangan budaya lokal, mengembangkan kehidupan beragama yang serasi, meningkatkan pendidikan kepramukaan yang mencintai budaya nusantara, dan menolak budaya asing yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur bangsa. Mengenai budaya yang harus dipertahanakan adalah menjaga harmoni dalam kehidupan sebagai nilai esensi manusia; menjaga keseimbangan dan keselarasan dengan alam, sesaman manusia (masyarakat), Tuhan dan keseimbangan lahir, batin (fisik dn mental spiritual). Faktor di atas bila dihubungkan dengan ketahan budaya; pengaruh budaya luar yang negatif dapat membahayakan kelangsungan hidup budaya nasional. Untuk mencegahnya diperlukan “filter” dimana unsur-unsur tradisi bangsa, pendidikan nasional, kepribadian nasional, memegang peranan penting dalam menepis ancaman tersebut. Dalam pembangunan di bidang ekonomi faktor non ekonomis dapat mempercepat pembangunan yang harus dikembangkan. Menurut para ahli faktor non ekonomis itu mencakup: demografis, struktur masyarakat, dan mental. Pembahasan sosial-budaya secara sempit, maka faktor yang relevan adalah struktur masyarakat dan mental. Masyarakat Indonesia dapat dibagi baik secara vertikal dan horisontal. Secara vertikal dapat menghasilkan golongan sosial seperti golongan tani, buruh dan pegawai, sedang secara horisontal disebut stratifikasi sosial yang menghasilkan lapisan bawah (pedesaan), menengah dan tinggi. Pada masyarakat Eropa Barat ketika terjadi “revolusi lndustri”, yang diawali dengan “revolusi hijau” peranan kelas menengah sangat dominan untuk melakukan modernisasi sehingga menghasilkan masyarakat Eropa yang maju. Faktor mental bangsa sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan. Menurut Koentjaraningrat, ciri mental manusia Indonesia dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu: - Ciri mental Asli (ciri mental petani) - Ciri mental yang berkembang sejak zaman penjajahan ( cirri mental priyayi) - Ciri mental yang berkembang sejak Perang Dunia II Menurut sarjana tersebut mentalitas bangsa Indonesia belum memiliki mentalitas yang cocok untuk pembangunan. Oleh karena itu tiga ciri mentalitas di atas harus ditinggalkan dan diganti ciri mental baru yang dikemukakan oleh J. Tinbergen. Bangsa yang ingin maju harus memiliki sifat-sifat:
1. Menaruh perhatian besar dan menilai tinggi benda materi
2. Menilai tinggi tekonologi dan berusaha untuk menguasainya
3. Berorientasi ke masa depan yang lebih cerah
4. Berani mengambil resiko
5. Mempunyai jiwa yang tabah dalam usaha
6. Mampu bekerjasama dengan sesamanya secara berdisiplin dan bertanggung jawab.

Dengan memperhatikan kedua sarjana tersebut, maka dapat disimpulkan jika bangsa Indonesia ingin maju maka ciri mental yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan cirri mental yang cocok namun tatap memiliki kepribadian bangsa (Lemhanas, 1988: 101). Mengenai hakekat hidup ini Koetjaraningrat berpendapat bahwa nilai yang paling cocok dalam pembangunan adalah nilai yang memandang aktif terhadap hidup. Sedang mengenai hakekat karya ada yang bertujuan bahwa karya untuk hidup, karya untuk mencapai kehidupan, dan karya untuk menghasilkan karya lebih banyak lagi. Menurut Magnis Suseno (1978) bangsa Indonesia telah memiliki etos kerja yang baik; kerja keras, efisien, mengembangkan prestasi, rajin, rapi, sederhana, jujur, mengunakan rasio dalam mengambil keputusan dan tindakan, bersedia melakukan perubahan, dapat melakukan setiap kesempatan, bekerja mandiri, percaya pada kekuatan sendiri mau bekerjasama yang saling menguntungkan. Namun etos kerja di atas hanya dimiliki oleh kalangan elit saja. Kurang berkembangnya potensi yang sesuai dengan mental pembangunan yang bermuara pada etos kerja itu dikarenakan perkejaan mereka belum mendapatkan imbalan yang sepantasnya, kurangnya penghargaan dan kesempatan untuk maju. Apabila manusia dihargai semestinya, mereka akan bekerja dengan rajin, teliti, setia dan inovatif. Dalam usaha mengadakan perombakan mental bangsa, pendidikan memegang peran penting. Oleh karena fungsi pendidikan bersifat mengubah secara tertib ke arah tujuan yang dikehendaki. Mendidik dalam arti luas adalah mendewasakan manusia agar dapat berpartisipasi penuh dan mengembangkan bakatnya menumbuhkan kehidupan sosial sesuai dengan tuntutan jaman. Oleh karena itu diperlukan sistem pendidikan yang mempu membawa masyarakat ketujuan nasionalnya. Menurut Ahmad Syafii Maarif Guru Besar Filsafat Sejarah UNY (2004), Pendidikan yang diperlukan bangsa Indonesia adalah Peningkatan moralitas bangsa. Hal ini diungkapkan karena Indonesia mengalami bencana krisis moral dalam bidang ekonomi yang mengancam kepentingan hidup orang banyak. Krisis ini semakin dahsyat tidak hanya akibat depresi ekonomi. Wabah korupsi yang sudah demikian kronis akan berakibat kehancuran dan kebangkrutan negara. Dengan demikian harus sesegera mungkin mengingatkan dan menyadarkan para pejabat dari budaya korup. Akibat dari krisis moral adalah budaya rakus, mereka akan menggunakan dan menghalalkan segala cara untuk mengikuti nafsu hewani, demi tujua yang diinginkan. Dalam usaha untuk mengatasinya budaya KKN diperlukan kesabaran yang tinggi, tanpa kesabaran tidak mungkin ada penyembuhan. Kombinasi tiga unsure yaitu; Ilmu, amal dan sabar, hal inilah yang dapat menghapus sifat manusia. Tugas untuk pencerahan dan pencerdasan moral adalah tanggung jawab Depdikbud, Depag, elit politik, dan setipa WNI karena pendidikan yang langsung ditatap, diserap, ditiru dan selanjutnya kita tidak boleh menyerah pada kepengapan dan keboborokan (A Syafii Maarif, 2004: 3). Pembaruan di bidang pendidikan di dasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-pancasila dan untuk membentuk manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohani. Dalam hal ini perlu dikembangkan sistem pendidikan yang cocok untuk keperluan pembangunan; sistem pendidikan yang dimaksudkan harus dapat menghasilkan tenaga pembangunan yang trampil, menguasai IPTEKS, sekaligus memilki pandangan hidup berdasarkan Pancasila serta kuat jasmani dan rohani. Dalam era reformasi bangsa kita kurang memperhatikan ketahanan di bidang sosial budaya, hal ini dapat dilihat adanya penafsiran keliru terhadap kebebasan yang justru mengakibatkan konflik berbau SARA yang dahulu dikritik oleh ORBA dan LSM. Dalam ketahanan di bidang budaya harus diingat bahwa demokrasi harus menyentuh seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat, tidak hanya di bidang politik saja, melainkan bidang ekonomi, budaya dan agama. Oleh karena itu sudah saatnya kalangan intelektual kampus mengembangkan ketahanan nasional bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan, sekelompok penguasa, namun untuk kepentingan keamanan dan kesejahteraan seluruh bangsa agar dapat hidup aman dan damai yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
5. Aspek Pertahanan dan Keamanan
a. Pegertian
10
Ketahanan Pertahanan dan Keamanan diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan pertahan dan keamanan bangsa Indonesia berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi ATHG yang datang dari luar dan dalam, yang langsung dan tidak langsung membahayakan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup bangsa dan negara berdasarkan Pancasila dan UUD l945. Ujud ketahanan dibidang keamanan tercermin dalam kondisi daya tangkal bangsa Indonesia yang dilandasi bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya serta kemampuan mempertahanankan kedaulatan negara dan menangkal segala bentuk ancaman (Sumarsono, 2000: 125). Dengan demikian ketahanan di bidang keamanan adalah keuletan dan ketangguhan bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela negara atau suatu perjuangan rakyat semesta; dimana seluruh kekuatan IPOLEKSOSBUD-HANKAM disusun, dikerahkan secara terpimpin, terintegrasi, terkoordinasi, untuk menjamin penyelenggaraan Sistem Ketahanan Nasional, menjamin kesinambungan pembangunan nasional dan kelangsungan NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD l945 yang ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan, perang merupakan pilihan terakhir untuk mempertahankan NKRI dan integrasi nasional.
2) Pertahanan Keamanan dilandasi landasan ideal Pancasila, landasan konstitusional UUD l945, landasan visional Wawasan Nusantara. Pertahanan dan keamanan negara merupakan hak dan kewajiban bangsa Indonesia untuk mewujudkannya.
3) Pertahanan keamanan negara merupakan upaya terpadu yang melibatkan segenap potensi dan kekuatan nasional. Setiap WNI wajib ikut bela negara, dilakukan dengan kesadaran dan tanggungjawab rela berkorban, mengabdi kepada bangsa-negara, pantang menyerah.Upaya pertahanan dan keamanan negara yang melibatkan kekuatan nasional dirumuskan dalam doktrin pertahanan dan keamanan NKRI.
4) Pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan Sishankamnas (Sishankamrata). Hal ini bersifat total, kerakyatan, kewilayahan. Pendayagunaan dalam mengelola Pertahanan dan Keamanan dilakukan secara optimal, terkoordinasi untuk mewujudkan kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan negara dalam keseimbangan, keserasian, antara kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
5) Segenap kekuatan dan kemampuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta, diorganisasikan ke dalam TNI dan Polri. Pembangunan APRI yang jati dirinya sebagai tentara rakyat, tentara pejuang, tentara nasional. Perannya tetap diabdikan untuk kepentingan bangsa Indonesia dan keutuhan NKRI (Sumarsono, 2000: 127).

b. Postur Kekuatan Pertahanan dan Keamanan

Postur kekuatan Hankam mencakup struktur kekuatan, tingkat kemampuan dan gelar kekuatan. Dalam membangun kekuatan Hankam terdapat empat pendekatan yaitu pendekatan ancaman, misi, kewilayahan dan politik. Pada konteks ini perlu ada pembagian tugas dan fungsi yang jelas antara masalah keamanan dan pertahanan. Pertahanan diserahkan kepada TNI, sedang keamanan dalam negeri diserahkan kepada POLRI. TNI dapat dilibatkan untuk menangani masalah dalam negeri jika POLRI tidak mampu karena eskalasi ancaman yang meningkat ke keadaan darurat. Pembangunan kekuatan Hankam harus mengacu kepada konsep Wawasan Nusantara, dimana Hankam diarahkan untuk seluruh wilyah RI disamping kekuatan Hankm harus mampu mengatisipasi prediksi ancaman dari luar sejalan dengan kemajuan IPTEK militer, yang menghasilkan daya gempur jarak jauh. Hakekat ancaman, rumusan hakekat ancaman akan mempengaruhi kebijakan dan stategi kekuatan Hankam. Kesalahan dalam merumuskan hakekat ancaman akan mengakibatkan postur kekuatan tidak efektif dalam menghadapi gejolak dalam negeri. Dalam merumuskan hakekat ancaman perlu pertimbangan konstelasi geografi dan kemajuan IPTEK. Musuh (ancaman) yang datang dari luar akan menggunakan sarana laut, udara, karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Oleh karena itu perlu adanya pembangunan Hankam secara proporsional dan seimbang antara AD, AL, dan AU serta keamanan POLRI. Pesatnya kemajuan IPTEK perlu diantisipasi dan diwaspadai serangan langsung lewat udara oleh kekautan asing yang memiliki kepentingan terhadap Indonesia. Sebagai contoh isu-isu yang akan dilakukan Australia akan membangun pangkalan peluncuran satelit di Pulau Chrismas sebelah selatan Pulau Jawa yang berjarak kurang 500 km, hal ini merupakan serangan potensial untuk meluncurkn rudal jarak menenggah menghancurkan kota Jakarta.
C. Gejolak Dalam Negeri
Dalam masa globalisasi saat ini kondisi dalam negeri yang kacau dapat mengundang campur tngan asing. Intervensi pihak asing dapat berdalih untuk menegakkan nilai-nilai HAM, demokratisasi, Penegakaan Hukum, dan Lingkunggan Hidup, namun semuanya itu dilakukan untuk kepentingan nasional mereka. Situasi kacau dapat terjadi jika unsur utama kekuatan Hankam dan kompunen bangsa tidak mampu mengatasi permasalahan dalam negeri. Oleh karena itu perlu diwaspadai hubungan antara kekuatan dalam negeri dan kemungkinan intervensi asing (Sumarsono, 2000: 129). Dalam era sekarang telah terjadi pergeseran geopolitik ke arah geoekonomi, hal ini akan terjadi perubahan dalam penerapan kebijaksanaan dan strategi negara dalam mewujudkan kepentingan nasional. Penerapan secara baru dalam penerapan kebijakan akan meningkatkan eskalasi konflik regional dan konflik dalam negeri yang akan mendorong keterlibatan super power di dalamnya. Oleh karena itu perlu membangun postur kekuatan Hankam yang memiliki profesionalisme untuk melaksanakan: 1) Kegiatan intel strategis dalam semua aspek kehidupan nasional. 2) Melaksanakan pertahanan udara, darat dan laut. 3) Memelihara dan menegakkan keamanan dalam negeri, 4) Membina potensi kekuatan wilayah dalam semua aspek kehidupan untuk meningkatkan TANNAS. 5) Memelihara stabilititas nasional menyeluruh dan berlanjut. Dalam usaha untuk melindungi diri sendiri dari ancaman luar dan dalam dengan anggaran sangat terbatas maka perlu dikembangkan kekuatan Hankam yang meliputi: 1) Perlawanan bersenjata terdiri dari bala nyata merupakan kekuatan TNI yang selalu siap dan dibina sebagai kekuatan cadangan dan bala potensial yang terdiri atas POLRI dan RATIH sebagai fungsi WANRA. 2) Perlawanan tidak bersenjata yang terdiri dari RATIH dengan fungsi TIBUM, LINRA, KAMRA, dan LINMAS. 3) Kompunen pendukung perlawanan bersenjata dan tidak bersenjata sesuai dengan bidang potensinya dengan pemanfaatan semua sumber daya nasional, sarana dan prasaran serta perlindungan masyarakat terhadap perang dan bencana lainnya. Dengan demikianketahan Pertahanan dan keamnan yang diinginkan adalah kondisi daya tangkal bangsa dilandasi kesadaran bela negara oleh seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan dan ketahanan yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasil-hasilnya, mengamankan kedaulatan negara, menangkal segala bentuk ancaman.
F. KAPITA SELEKTA KEMANAN DALAM NEGERI Kebijakan politik untuk mengamankan wilayah perbatasan belum seperti diharapkan, hal ini terbutkti banyak walayah yang tidak dirurus oleh Jakarta sehingga diklaim oleh negara tentangga seperti diungkapkan oleh Siswono (2005: 4) “ Tahun-tahun ini kita dirisaukan oleh berita tentang rapuhnya batas-batas wilayah NKRI. Setelah Pulau Pasir di Wilayah Timor diakui milik Austsralia dan kita menerimanya, Sipadan dan Ligitan diputuskan Mahkamah Internasional menjadi milik Malaysia, tapal batas di Kalimantan digeser hingga 800 meter, pekerja pembuat Mercusuar di Ambalat diintimidasi polisi perairan Malaysia. Lalu lintas batas yang bebas, nelayan-nelayan asing yang mencuri ikan hinggga merapat ke pantai-pantai Sumatra (pulau-pulau Rondo di Aceh dan Sekatung di Riau). Semua itu menunjukkan betapa lemahnya negara kita dalam menjaga batas luar wilayah NKRI” (Kompas, 20 April 2005: 4). Pada tahun 2002 terpampang di surat kabar kapal ikan asing yang meledak terbakar ditembak oleh kapal perang kita. Mengingat setiap hari ribuan kapal asing mencuri ikan di wilayah RI ada baiknya jika setiap bulan 10 kapal pencuri ikan ditembak meriam kapal patroli AL, agar jera. Jikalau yang terjadi penyelesaian damai di laut, maka pencurian ikan akan semakin hebat, dan penghormatan bangsa dan negara lain akan merosot. Potensi desharmoni dengan negara tetangga adalah masalah perbatasan, tentu tidak nyaman jika diperbatasan selalu tegang. Oleh karena itu perlu penegasan batas wilayah agar saling menghormati wilayah masing-masing negara. Suasana yang harmonis adalah kebutuhan hidup bertetanngga dengan bangsa lain. Kondisi disepanjang perbatasan Kalimantan dengan kehidupan seberang perbatasan yang lebih makmur dapat mengurangi kebanggaan warga di perbatasan pada negara kita. Pulau-pulau di Kepulauan Riau yang ekonominya lebih berorientasi ke Singapura dengan menerima dolar Singapura sebagai alat pembayaran juga dapat merapuhkan rasa kebangsaan Indonesia pada para penghuni pulau tersebut. Perekonomian di Pulau Mianggas dan Pulau Marampit lebih berorientasi ke Filipina Selatan akan melemahkan semangat kebangsaan warganya.
Pengelolaan wilayah perbatasan perlu segera ditingkatkan dengan membentuk “Kementriaan Perbatasan” yang mengelola kehidupan masyarakat perbatasan agar lebih makmur dan mendapat kemudahan agar dapat mengakses ke daerah lain di wilayah NKRI. Wilyan NKRI perlu dijaga dengan 12
penegasan secara defakto dengan menghadirkan penguasa local seperti lurah, camat seperti polisi dan tentara sebagai simbul kedaulatan negara. Meskipun memiliki ribuan pulau tetapi tidak boleh meremehkan eksistensi salah satu pulau atau perairan yang sekecil apapun pulau atau daratan, dan bila itu wilayah NKRI perlu dipertahankan dengan jiwa dan raga seluruh bangsa ini. Masalah keamanan dalam negeri yang cukup pelik adalah menangani Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang tidak kunjung selesai karena perbedaan pandangan seperti yang kami kutip dalam kalimat ini: “Persoalan yang menjadi masalah adalah terminologi self government yang berbeda. Bagi Bangsa Indonesia self government adalah otonomi khusus yang cukup luas, tetapi bagi GAM adalah state. Stete yang dimaksudkan adalah provinsi dengan kewenangan luas, termasuk lagu kebangsaan, bendera, memiliki kewenangan pendidikan, pelabuhan, pariwisata, anggota DPR asal aceh yang memiliki veto masalah Aceh” (Kompas, Minggu 17 April 2005). Proposal ini cukup berat, sehingga sejak awal Menkoinfo yang ikut aktif berunding menyatakan ada proposal GAM yang langsung disetujui dan ada yang perlu dirubah dan ada yang tidak bisa diterima karena menyentuh konstitusi negara. Babak pembicraan mengenai self government inilah yang menjadi fokus pembicaraan maraton antara delegasi RI dengan delagasi GAM di Helsinki. Belajar mengenai perundingan di antara dua delegasi yang berunding memang harus bekerja keras, saling memperlihatkan good faith dan mendekatkan proposal masing-masing agar mendapatkan titik temu, sehingga tercipta perdamaian abadi di bumi Aceh. Kasus Ambalat; Bermula dengan lepasnya Timor Timur 1999, kemudian kekalahan diplomasi kita di Mahkamah Internasional dengan kasus Sipadan dan Ligitan , 2002 sehingga kedua pulau tersebut menjadi miliki Malaysia. Lepasnya kedua pulau Sipadan dan Ligitan dengan waktu reltif singkat membuat rakyat Indonesia menjadi trauma akan lepasnya blok Ambalat yang kaya minyak ke tangan Malaysia. (Kompas, Kontruksi bangunan teritorial kita silihat dari kepentingan nasional begitu rapauh dalam beberapa tahun terakhir ini. Sengketa dua blok wilayah Malaysia dan Indonesia kembali memanas. Masing-masing mengklaim sebagai wilayah mereka. Malaysia memberi nama Wilayah ND6 dan ND7 dan Indonesia memberi nama blok Ambalat dan Ambalat Timur (Rusman Ghazali, Kompas, 28 April 2005; 4). Menurut Prof. Azmi Hasan, ahli strategi politik Malaysia, bantahan Indonesia sudah diatisipasi bahkan pemerintah Malaysia sudah menyiapkan segala bantahan sengketa Ambalat. Pemerintahan Malaysia tidak meragukan lagi kesahihan kepemilikan atas klaim ND6 dan ND7 sebagai bagian meilikinya atas dasar peta pantas benua 1979. Malaysia melakukan bantahan atas konsesei ekplorasi minyak yang diberikan kepada perusahaan ENI dan Unicoal yang diberikan oleh Pemerintah Indonesia. Bukan hanya itu, dalam tulisannya Prof. Azmi membuat kalkulasi atas kekuatan militer Indonesia jika harus berhadapan dengan kekuatan militer Malaysia. Bahwa TNI tidak berada dalam keadaan optimal akibat embargo militer AS sejak beberapa tahun yang lalu. Sebagai contoh hanya 40% Jet tempur yang dimiliki TNI AU dapat digunakan, karena ketiadaan suku cadang untuk mengoperasikan kekuatan secara penuh. Jet Sukoiw yang dimiliki Indonesia hanya mempunyai kemampuam radar, tanpa dibantu kelengkapan persenjataan yang lebih canggih lainnya. Pendek kata bahwa dalam sengketa ini kekuatan militer TNI juga telah diperhitungkan kekuatannya oleh para ahli strategi di Malaysia sebagai refrensi pemerintah Malaysia dalam menentukan sikap terhadap sengketa di wilayah Ambalat (Rusman Gazali, 2005: 4). F. KEBERHASILAN KETAHANAN NASIONAL Kondisi kehidupan nasional merupakan pencerminan Ketahanan nasional yang mencakup aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan, sehingga ketahanan nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, dan bernegara dalam wadah NKRI yang dilandasi Pancasila, UUD l945, dan landasan visional Wawasan Nusantara. Dalam mewujudkan ketahanan nasional diperlukan kesadaran setiap warga Indonesia yaitu:
1) Memiliki semangat perjuangan non fisik berupa keuletan dan ketangguhan yang tidak mengenal menyerah yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka menghadapi segala ATHG baik yang datang dari luar dan dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungagn hidup bangsa dan negara serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
2) Sadar dan peduli terhadap pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam, sehingga setiap WNI baik individu maupun kelompok dapat mengeliminir pengaruh tersebut. Oleh karena bangsa Indonesia cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Hal tersebut tercermin dalam kesadaran bela negara dan cinta tanah air.
13
Apabila setiap WNI memiliki semangat juang, sadar dan peduli terhadap pemngaruh yang timbul dalam masyarakat berbangsa dan bernegara serta mengeliminir pengaruh-pengaruh tersebut maka akan tercermin keberhasilan Ketahanan Nasional Indonesia. Untuk mewujudkan Ketahanan Nasional diperlukan suatu kebijakan umum dan pengambil kebijakan yang disebut Polstranas (Sumarsono, 2000: 133)
G. KEDUDUKAN DAN FUNGSI KONSEPSI KETAHANAN NASIONAL
l. Kedudukan Ketahanan Nasional Konsepsi Ketahanan Nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia serta merupakan cara terbaik yang perlu diimplementasikan dalam kehidupan nasional yang ingin diwujudkan. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional merupakan landasan konseptual yang didasari oleh Pancasila dan UUD l945 sebagai landasan ideal dan konstitusional.
2. Fungsi Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional berdasarkan tuntutan penggunaannya berfungsi sebagai Doktrin Dasar Nasional atau sebagai Metode Pembinaan Kehidupan Nasional dan sebagai pola dasar Pembangunan Nasional antara lain:
a) Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk memimpin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah bangsa, baik yang bersifat inter regional (wilayah) inter sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini diperlukan supaya tidak ada cara berpikir yang terkotak-kotak. Salah satu alasan yang lain adalah apabila terjadi penyimpangan maka akan terjadi pemborosan waktu, tenaga dan sarana yang berpotensi menjadi hambatan. Hal ini apabila dibiarkan akan dapat menyebabkan penyimpngan dalam mencapai tujuan nasional.
b) Konsepsi Ketahanan Nasional dalam fungsi sebagai pola dasar pembangunan, pada hakekatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan Pembangunan Nasional di segala bidang secara terpadu dan dilakukan sesuai rencana program.
c) Konsepsi Ketahan Nasional dalam fungsi sebagai metode pembinaan kehidupan nasional pada hakekatnya merupakan suatu mertode integral yang mencakup seluruh aspek yang terdiri dari aspek alamiah (Sikaya Mampu) dan aspek sosial (IPOLEKSOSBUD-HANKAM) (Endang Zelani Sukaya, 2000: 74-75)

H. HAKEKAT KETAHANAN NASIONAL Pada hakekatnya Ketahanan Nasional adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Penyelenggaraan Ketahanan Nasional dilakukan melalui pendekatan keamanan dan kesejahteraan;
1. Kesejahteraan digunakan untuk mewujudkan Ketahanan yang berbentuk kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya menjadi kemakmuran yang adil dan merata, baik rohaniah dan jasmaniah.
2. Keamanan adalah kemampuan dalam melindungi keberadaan bangsa, serta melindungi nilai-nilai luhur bangsa terhadap segala ancaman dari dalam maupun dari luar.
3. Kedua Pendekatan keamanan dan kesejateraan telah digunakan bersama-sama. Pendekatan mana yang ditekankan tergantung pada kondisi dan situasi nasional dan internasional. Penyelenggaraan kesejahteraan memerlukan tingkat keamanan tertentu, demikian juga sebaliknya. Dengan demikian evaluasi penyelenggaraan Ketahanan Nasional sekaligus memberikan gambaran tentang tingkat kesejahteraan dan keamanan suatu bangsa.
4. Konsep Ketahanan dikembangkan berdasarkan konsep Wawasan Nusantara sehingga konsep Ketahanan Nasional dapat dipahami dengan baik apabila telah memhami Wawasan Nusantara. Dengan memiliki konsep Ketahanan Nasional, maka keluaran yang hendak dicapai adalah:
a) Dari segi ideologi mampu menetralisir pengaruh ideologi yang datang dari luar.
b) Dari segi politik mampu memjabarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD l945, sehingga mewujudkan sistem politik yang mampu menetralisir pengaruh negatif dari pengaruh lingkungan strategis yang dihadapi.
c) Dari segi ekonomi mampu mewujudkan segi ekonomi yang tidak mudah goyah oleh perkembangan-perkembangan lingkungan strategis yang dihadapi.
14

d) Dari segi sosial budaya, mampu mewujudkan sosial budaya yang tidak mudah terpengaruh budaya negatif yang datang dari luar.
e) Dari segi Pertahanan, keamanan mampu mewujudkan kekuatan pangkal dan penyangga, sehingga mampu mecegah keinginan pihak lain yang secara fisik berusasha menggganggu integrasi nasional bangsa Indonesia.
f) Dengan demikian diharapkan kekuatan nasional mampu melakukan tindakan-tindakan represip terhadap gangguan-gangguan yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
Abun Sanda, 2005. “29 Tahun Konflik Aceh , Mengapa Tidak Naik Perahu yang sama?”, Kompas Minggu, 17 April 2005. Ahmad Syafii Maarif, 2004. “Pendidikan dan Peningkatan Moralitas Bangsa”, Pewara Dinamika, Volume 6, No. 2, September 2004.
Endang Z. Sukaya, dkk. 2000, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Paradigma Yogyakarta.
Hans J. Morgenthau, 1990, Politik Antar Bangsa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Lemhanas, 1995. Kewiraan Untuk Mahasiswa, Dirjen Dikti Depdikbud dan PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Meriam Budihrdjo, l988, Dasar-dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta.

 

(c)2009 ....... Based in Wordpress by wpthemesfree Created by Templates for Blogger