Nama : Gilang Brian Ramadhan
NPM : 34414543
Kelas : 2ID06
STUDI KASUS PELANGGARAN TERHADAP
HAKI
PT Vizta
Pratama, perusahaan pemegang franchise rumah bernyanyi (karaoke) Inul Vizta,
menjadi tersangka atas kasus pelanggaran hak cipta.
"Berkas PT Vizta Pratama sudah P21, dalam waktu dekat akan memasuki tahap
dua," ungkap kuasa hukum Nagaswara, Eddy Ribut, saat ditemui di Bareskrim
Polri, Selasa (17/3/2015).
Nagaswara
menganggap Inul Vizta melanggar hak cipta dengan mengedarkan dan menyalin lagu
tanpa membayar royalti untuk produser dan pencipta lagu.
Direktur Utama Nagaswara, Rahayu Kertawiguna, yang turut hadir, menjelaskan
bahwa sudah terdapat pemanggilan kepada pihak terkait, namun terlapor K, dirut
Inul Vizta, saat ini masih berada di Korea.
Sebelumnya, Nagaswara yang turut merasa dirugikan oleh Inul Vizta melapor ke
Mabes Polri pada Jumat, 8 Agustus 2014.
Inul Vizta dilaporkan melanggar Undang-Undang Hak Cipta Pasal 2 Ayat 1, Pasal
72, Pasal 49 Ayat 1 dan UU. No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Pemegang saham terbesar Inul Vizta, pedangdut Inul Daratista, belum berkomentar
atas kasus dugaan pelanggaran hak cipta yang dilayangkan Nagaswara tersebut.
Sebetulnya, ini bukan kali pertama karaoke Inul Vizta tersandung masalah. Pada
2009, Andar Situmorang pernah mengajukan gugatan kepada Inul Daratista sebagai
pemegang saham terbesar PT Vizta Pratama yang menaungi outlet karaoke Inul
Vizta.
Andar mengajukan gugatan materi Rp5,5 triliun karena 171 lagu ciptaan komponis
nasional, (alm) Guru Nahum Situmorang berada di 20 outlet Inul Vizta tanpa
izin. Gugatan yang diproses di Pengadilan Negeri Tata Niaga Jakarta Pusat
akhirnya dimenangkan Inul.
Pada 2012, Yayasan Karya Cipta Indonesia (YKCI) mengadukan Inul Vizta ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait lisensi penggunaan lagu. Namun, oleh
pihak pengadilan, gugatan tersebut ditolak karena salah konsep. Pada akhirnya,
KCI dan Inul sepakat berdamai.
Pada Januari 2014, band Radja melaporkan Inul Vizta ke Mabes Polri karena
dianggap menggunakan lagu "Parah" tanpa izin. Inul terancam hukuman 7
tahun penjara dan denda Rp5 miliar karena diduga melanggar UU No. 19 th 2002
tentang Hak Cipta.
Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) pada hakekatnya sama halnya dengan hak kekayaan
kebendaan lainnya yaitu memberikan hak kepada para pencipta atau pemiliknya
untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dari karya intelektualnya di bidang
kekayaan industri dan karya cipta yang disebut Hak Cipta. Kasus pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.
Akibat pelanggaran HKI tersebut, bukan hanya negara dirugikan dan mengancam
arus investasi, tetapi Indonesia bisa juga terancam terkena embargo atas produk
ekspornya. Perkembangan teknologi, terutama perkembangan teknologi digital,
dianggap mendukung tumbuh suburnya pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Penegakkan
Hukum.
Kemajuan
teknologi digital selain memberikan dampak positif berupa tersedianya media
untuk karya cipta yang pada akhirnya menghasilkan kualitas tampilan karya cipta
yang baik dan modern. Namun, dampak negatifnya terjadi penyalahgunaan teknologi
digital itu oleh pihak-pihak tertentu dengan melakukan praktek-praktek yang
bertentangan dengan hukum. Pelanggaran HKI menjadi mudah karena kemajuan
teknologi digital, walaupun akibatnya HKI di sektor teknologi pun menjadi
korban pertama pelanggaran tersebut. Dengan menggunakan komputer,
pelanggaran-pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual semakin mudah. Komputer mampu
mampu meggandakan dan mencetak ditambah dengan kemampuan intenet dalam
menyajikan informasi menyebabkan praktek penggandaan menjadi semakin mudah pula
dilakukan.
Tidak
ada jalan lain untuk mengatasi hal itu selain dengan menegakkan fungsi hukum.
Sanksi terhadap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) selama ini belum
menimbulkan efek jera bagi pelakunya sehingga tingkat pelanggarannya terus
meningkat, meskipun pemerintah sudah memiliki perangkat undang-undangnya.
Kendala lainnya yaitu terbatasnya aparat penegak hukum yang menangani masalah
Hak Kekayaan Intelektual, ringannya putusan yang dijatuhkan oleh proses
peradilan kepada pelanggar, sehingga tidak menimbulkan efek jera tadi. Selain
itu, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menghargai dan mentaati hukum di
bidang HKI dan terbatasnya daya beli masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan
koordinasi antar aparat penegak hukum dan instansi terkait dalam merumuskan
serta menetapkan kebijakan strategis yang akan dijadikan target untuk
menurunkan dan menghilangkan pelanggaran HKI, serta meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk menghargai HKI orang lain. Berkurang atau hilangnya
pelanggaran HKI di Indonesia, pada gilirannya dapat menarik para investor
khususnya investor dari luar negeri untuk menanamkan/membuka usaha di Indonesia
baik di bidang Hak Cipta maupun di bidang HKI, sehingga dapat menciptakan
lapangan kerja baru yang dalam skala makro akan meningkatkan pertumbuhan
ekonomi nasional.
Para
investor dari luar negeri pada umumnya menempatkan perlindungan HKI sebagai
prasyarat investasi utama mereka di suatu Negara. Upaya itu perlu dilakukan
dengan strategi yang terkoordinir sehingga menurunkan posisi Indonesia di
“priority watch list” menjadi “watch list”. Karena itu perangkat hukum sudah
ada, political will dari pemerintah sudah ada, tinggal sekarang political
action. Untuk itu perlu mensinergikan dan meningkatkan kembali koordinasi dan kerjasama
di antara aparat yang terkait, terutama aparat di bidang hukum. Dalam upaya
penegakkan hukum, tugas polisi tidak saja menyangkut kejahatan serius dengan
kekerasan. Polisi juga diwajibkan menegakkan hukum dalam kejahatan-kejahatan
ringan sifatnya. Termasuk juga kejahatan ekonomi yang juga merugikan
masyarakat, sehingga perlu mendapatkan penanganan yang serius pula. Karena itu
berdasarkan kewenangannya, polisi sebagai alat negara penegak hukum mempunyai
kewenangan mempergunakan upaya paksa untuk memanggil, menggeledah, menangkap
dan menahan tersangka pelaku kejahatan.
Secara
yuridis formal, para pelaku kejahatan yang dinyatakan sebagai tersangka
tersebut sebenarnya masih dalam proses penyidikan yang berlangsung di pihak
kepolisian dan belum mendapat suatu putusan tetap dari pengadilan. Jika
mendasarkan pada asas praduga tak bersalah, para pelaku kejahatan harus
dianggap tidak bersalah, sebelum kesalahan yang diperbuat oleh para pelaku
dinyatakan dan dibuktikan dalam sidang pengadilan.
Berdasarkan
pemahaman bahwa kalau orang bicara tentang pelaku kejahatan maka konotasi orang
akan menunjuk orang miskin dan tidak berpendidikan yang merupakan pelaku
kejahatan. Hasil penelitian yang dilakukan Sutherland mengatakan bahwa
pengusaha yang tidak miskin juga melakukan tindakan yang merugikan masyarakat.
Kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari kelas sosial
ekonomi tinggi tersebut menurut Sutherland merupakan suatu bentuk kejahatan
yang dikenal dengan White Collar Crime yaitu orang dari kelas sosial ekonomi
tinggi yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang dibuat untuk mengatur
pekerjaannya.
Demikian
juga dalam hal pemberian sanksi hukum kepada para pelaku white collar crime
pada umumnya relatif ringan, padahal kerugian yang yang diakibatkan oleh para
pelanggar hukum ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kejahatan terhadap
harta benda yang konvensional.
Penegakan
hukum terhadap pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual hanya mampu menyelesaikan
masalah yang timbul dipermukaan saja, tetapi lebih daripada itu diperlukan
upaya-upaya untuk menyelesaikan akar permasalahan yang timbul di bawah
permukaan melalui tindakan pre-emtif dan preventif sebagai sebuah perlindungan
HKI secara komprehensif dengan melibatkan semua instansi pemerintah yang bertanggung
jawab. Karena itu penegakan hukum hanya merupakan upaya penyelesaian sementara
dari masalah yang timbul di permukaan. Sementara itu harus dipahami bahwa
terdapat berbagai masalah yang lebih mendasar di bawah permukaan yang harus
mampu diselesaikan dengan cerdas dan penuh kebijakan.
Penegakan
hukum bukan satu-satunya upaya yang ampuh dalam memberikan perlindungan HKI di
Indonesia, karena penegakan hukum hanya bagian dari sebuah proses perlindungan
HKI. Penegakkan hukum hanya merupakan sub-sistem yang bersifat represif dari
sebuah sistem perlindungan HKI. Sub-sistem lain yang sama pentingnya adalah
sub-sistem pre-emtif dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
termasuk aparat pemerintah dan penegak hukum, ketersediaan dan kemampuan daya beli
masyarakat. Di samping itu juga upaya preventif menjadi bagian dari upaya
pencegahan dalam rangka mempersempit peluang terjadinya proses pelanggaran,
seperti tidak memberikan ijin kepada toko atau kaki lima yang telah melanggar
atau mencabut ijin pabrik yang pernah melanggar.
Penegakan
hukum yang kuat dan konsisten sangat penting dalam memberikan perlindungan
terhadap Hak Kekayaan Intelektual (HKI), namun mencegah terhadap terjadinya
pelanggaran menjadi lebih penting lagi untuk meningkatkan kualitas warga negara
dan peradaban bangsa Indonesia, karena itu prlu dilakukan introspeksi yang
komprehensif terhadap kinerja pemerintah dalam memberikan perlindungan atas
kekayaan intektual. Sesuai dengan prinsipnya, bahwa hukum hanyalah berfungsi
sebagai media untuk menjaga kepentingan hukum dalam masyarakat, maka
perkembangan teknologi digital yang terjadi di dunia industri harus diberikan
apresiasi yang positif sebagai konsekuens kemajuan di bidang teknologi yang
dicapai oleh manusia. Agar perkembangan tersebut tidak menimbulkan masalah baru
maka tetap harus dibarengi dengan tersedianya perangkat hukum yang memadai
serta dapat menjamin adanya kepastian hak dan kewajiban serta pengaturan
tentang larangan dan kewajiban yang harus dipatuhi.
Penutup.
Penegakan
hukum bidang hak atas kekayaan intelektual tidak berdiri sendiri, tetapi sangat
tergantung pada proses penegakan hukum secara umum, oleh karena itu kalau
sistem penegakan hukum secara umum baik maka penegakan hukum HAKI juga akan
baik. Aparat penegak hukum sering melakukan razia dan penggerebekan terhadap
pusat-pusat penjualan barang bajakan, penggerebekan terhadap pabrik pangganda
optical disc serta menyita barang selundupan hasil kejahatan terhadap produk
HaKI. Bahkan banyak kasus kejahatan terhadap terhadap produk HaKI yang sudah
sampai ke pengadilan, bahkan pelakunya sudah dihukum. Selama ini polisi sudah
bersusah payah menyeret pelakunya ke pengadilan dengan mencari bukti-bukti
pendukung kejahatan. Tapi terhadap beberapa kasus setelah sampai di pengadilan,
hakim menjatuhkan vonis percobaan. Hakim hendaknya harus berani menjatuhkan
hukuman maksimal bila sudah ada bukti yang kuat terjadinya pelanggaran.
Sumber :
Metro TV
“Inul Vizta Jadi Tersangka Pelanggaran Hak Cipta” Anindya Legia Putri 17 Maret 2015
ATANG
SETIAWAN, S.SOS, MSI ( ANGGOTA SAT INDAG DIT RESKRIMSUS PMJ) “PELANGGARAN HAK
KEKAYAAN INTELEKTUAL”
http://www.reskrimsus.metro.polri.go.id/info/informasi/Pelanggaran-Hak-Kekayaan-Intelektual