Bersama embun-embun puncak yang sekarang tak terlalu dingin
dengan tatapan pertama seorang lelaki yang menikmati embun pagi, ya lelaki itu adalah
aku.
Mungkin memang banyak wanita waktu itu yang lebih dari
kamu tetapi tidak ada satupun yang menggantikan
tatapan pertamaku. Memang dari rupa mereka tampak menarik malah terkadang
mereka sesekali mendekatiku untuk melupakanmu dengan banyak cara-cara mereka
sendiri.
Tak apa, setidaknya aku setia pada pilihanku yaitu kamu.
Aku sudah lupa letaknya pikiran karena rasa ini yang terlalu
kuat dan hampir sesekali kutaruh pikiranku ini di dengkul. Entah pada hari apa
setiapkali kita ditempat yang sama aku telah mencari dan selalu mencari untuk
melihat senyummu bahkan sesekali untuk menyapa
saja. Dan melihat senyum bahagianya itu juga lebih dari cukup membuatku sangat
bahagia meski senyum yang tercipta itu hanya sementara milikku aku tetap
bahagia asal lengkungan bibir itu bisa membuatnya tersenyum.
Bahkan setiapkali aku ingin bertemu disuatu tempat yang
berbeda semua upaya kulakukan hanya untuk melihatnya. Bisakah kita bertemu
lagi? Aku hanya bisa berpura-pura membeli dan melakukan sesuatu agar dapat tidak
sengaja bertemu dengannya. Aku berharap pada pertemuan-pertemuan itu sebab aku
telah lelah menelan harapan-harapan yang tak tersampaikan namun aku tidak lelah
dengan penantianku. Ku fikir dalam langkah pencarianku aku dapat berbincang lebih
lama dengamu, ternyata tidak sama sekali.
Aku ingat bagaimana caramu menyapa. Aku ingat bagaimana
caramu tersenyum meski sudah beberapa minggu kita tak pernah berjumpa lagi. Dan
sekarang aku hanya bisa memperhatikanmu dari jauh.
Memang, itu kamu yang selalu
singgah dikepalaku, membayangkanmu saja sudah membuatku bahagia. Entah perasaan apa yang membuatku seperti ini aku tak pernah
mengerti tentang ini biarlah kusimpan sebagai sebuah rahasia.
0 komentar:
Posting Komentar